Kerap Dibohongi Oknum, Masyarakat Papua Tuntut Hak Hibah Besi Tua

853
Ketua Pusat Pengendalian Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Papua (P2MA-PTP), Agustinus Sumao saat gelar jumpa pers di salah satu hotel, Jalan Solis, Kota Bogor.

Polemik hibah besi tua bekas pertambangan PT Freeport Indonesia di tanah Papua masih menjadi fokus utama Pusat Pengendalian Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Papua (P2MA-PTP). Limbah besi tua berupa pipa besar dan accu sebanyak 15 juta ton yang kini sudah tersebar di berbagai Provinsi di Indonesia, menurut ketua P2MA-PTP Agustinus Somau warganya tidak mendapat manfaat apapun dari industri tambang tersebut.

"Ini tanah kami, kali ini kami dapat limbah yang dapat diuangkan tetapi masih dicuri juga," tutur Agustinus Somau saat melakukan press conference di salah satu hotel, Jalan Soleh Iskandar, Kota Bogor, Selasa (14/9/2021).

Mewakili tujuh suku di Timika Papua yang menjadi masyarakat yang akan mendapatkan jatah hibah besi tua tersebut. Pria yang akrab disapa Somau itu mengungkapkan jika pihaknya sudah melacak keberadaan limbah senilai triliun rupiah eks Freeport itu yang tersebar keluar pulau Papua.

"Berbagai kota seperti Surabaya, Gresik (Jatim), Cilacap dan sebagainya (Jawa Tengah), Makassar (Sulawesi Selatan) hingga Ternate. Saya diutus suku saya untuk memperjuangkan hak mereka," terangnya.

Ketua Umum Pusat Pengendali Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Papua (P2MA-PTP) Agustinus Somau SH meminta seluruh ketua adat di Papua untuk bersatu. Seruan kepala suku adat Papua yang memimpin 250 suku di Papua ini, setelah munculnya kasus yang diduga ada keterlibatan pihak luar dalam hal hibah besi bekas milik PT Freeport Indonesia (PTFI).

Kepada wartawan di salah satu penginapan di bilangan Tanah Sareal, Kota Bogor, Agustinus Somau SH menegaskan, sebagai pemimpin tertinggi yang memimpin ratusan suku adat di tanah mutiara di belahan timur Indonesia ini, mereka tidak melawan negara.

Sebagai warga negara, Agustinus menuturkan, mereka patuh pada aturan. Namun polemik soal besi hibah PTFI harus dicarikan solusi. “Ada kasus di Papua. Kami tidak melawan negara, namun negara harus hargai hak adat di Papua. Harta tanah Papua harus diselesaikan secara baik oleh pemerintah. Jangan tipu terus masyarakat lokal. Suku adat Papua menderita sampai sekarang. Masih ada pelanggaran sampai sekarang. Freeport sampai sekarang, tidak memenuhi kewajibannya untuk memberi hak ke warga adat. Minta negara bayar ke warga Papua jika benar sudah menguasai hak 51 persen saham Freeport,” lanjutnya.

Besi tua milik Freeport yang dihibahkan kepada dua suku yang terdampak langsung operasional PTFI yakni suku Amungme dan Kamoro di Papua, harus ada penyelesaian akhir. Mengapa sekarang jadi kasus? Karena besi hibah, ternyata sudah menyebar di beberapa daerah di Jawa. Hal ini membuat masyarakat adat tidak menikmati. Keluarnya jutaan ton besi bekas perusahaan penambang emas ini, Agustinus menduga, ada keterlibatan pihak luar yang memiliki otoritas dalam hal pengawasan keluar masuk barang dari tanah Papua.

“Sikap dan prinsip ketua adat, cari solusi. Ada tujuh suku adat di Timika. Harus bersatu. Besi dicuri dan kita dibuat bertengkar. Saatnya semua ketua adat di Papua bersatu. Harus diselesaikan cepat. Kemarin sudah tanda tangan dan berharap penyelesaian besi bekas berjalan baik. Jangan pakai proses hukum. Selesaikan secara adat. Jangan mau dipecah belah,” tegasnya.

Agustinus membenarkan, jika hibah besi scrap PTFI ke masyarakat terdampak dilakukan secara bertahap. Hibah ini dilengkapi dokumen resmi. Namun dalam praktek, ada permainan kotor yang membuat besi yang seharusnya bisa dinikmati warga terdampak, akhirnya bisa keluar dari Papua dan masyarakat, tidak mendapat apa-apa.

“Besi hibah bisa keluar dari Papua, karena ada orang luar yang keluarkan besi. Kerjasama orang luar dengan Freeport untuk bawa keluar besi. Ada jutaan ton besi. Ada surat hibah dari Freeport ke warga adat. Dari tahun 2016 mulai terjadi pencurian besi,” tegasnya.

https://youtu.be/0CsvF6UHdAk

Pernyataan Agustinus sejalan dengan pernyataan PTFI yang membenarkan, jika memberikan hibah besi scrap eks PTFI ke dua suku yang terdampak langsung operasional PTFI yakni suku Amungme dan Kamoro di Papua.

PTFI menjelaskan, jika proses hibah tersebut dilakukan melalui tiga tahap. Periode pertama tahun 2004 sampai 2008.

Agustinus juga merinci, jika hibah besi bekas 14.490 ton diberikan kepada masyarakat Suku Amungme yang diwakili oleh Lemasa (Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme), Yayasan Tuarek, PT Delopnang, PT Mugulbuk, dan PT Arwanop Timika.

Untuk periode kedua, dilakukan di tahun 2008 sampai 2011 dengan jumlah besi hibah 15.101 ton yang diberikan ke Suku Kamoro dengan diwakili PT Putra Otomona.

Periode ketiga 2014 sampai sekarang, hibah besi dengan target sebesar 15.205 ton diberikan kepada masyarakat Suku Amungme dan Suku Kamoro yang diwakili oleh Lemasa (Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme) dan Lemasko (Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro),” tuturnya.

Sebagai informasi, Pimpinan Yayasan Tuarek Natkime (YTN) yang menaungi 7 suku yakni Anis Natkime pada 1 Juli 2021 mewakili keluarga besar dan yayasan, pemilik hak ulayat tanah pertambahan Freeport dan penerima hibah memberikan kuasa pada PT Giri Indonesia Selaras (GIS), Minggu Siri Hartono pada 30 Desember 2019. Dan, Kepala Suku Dani yang merupakan salah satu dari 7 kepala suku, Hermanus Kogoya.

Pemberian kuasa tersebut untuk melaksanakan tindaklanjuYayasan Tuarek yg menaungi 7 suku memberikan kuasa kepada PT Giri Indo Selaras untuk menyelesaikan kasus besi scrap hibah eks Freeport ini hingga Yayasan Tuarek dan 7 kepala suku dapat memperoleh hak mereka dari hibah besi scrap ex PT Freeport tersebutt surat kepada Staf Presiden RI pada tanggal 26 Oktober 2016, melakasanakan kesepakatan bersama 7 kepala suku pada 30 Desember 2019 terkait besi bekas yang sudah dihibahkan kepada YTN untuk pembinaan 7 suku di area pertambahan PT Freeport Indonesia. Serta, mengajukan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Cibinong kelas IA atas obyek penetapan No 17/Pen.Pdt/Eks/2018/Pn.Cbi. (Nesto)

SHARE

KOMENTAR