Titiek Soeharto Tuding Era Jokowi Banyak Utang, Aktivis 98 Spontan Bereaksi

1159
Presiden RI ke-2, Soeharto

JAKARTA - Saat rayakan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Soeharto ke-100 yang digelar di Masjid At-Tin, Kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Selasa (8/6/2021), Putri Presiden ke-2 RI Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto menyampaikan ayahnya akan sedih. Sebab, keadaan bangsa Indonesia disebutnya mengalami sedikit kemunduran pada saat ini.

"Saya rasa bapak sedih kalau lihat keadaan kita seperti saat ini. Jadi apa yang beliau bangun kok kelihatannya enggak maju, agak sedikit mundur," kata Titiek.

Putri Soeharto ini juga menyebut besaran utang pemerintah belakangan ini juga bertambah.  

“Apa yang sudah beliau (Soeharto) bangun selama ini kok kelihatannya tidak maju, agak sedikit mundur. Hutang yang tadinya berapa, sekarang udah ribuan triliun," imbuhnya.

Pernyataan Titiek Soeharto itu kontan disambut reaksi aktivis 98 yang pernah merasakan diburu Soeharto dan anteknya. Ketua Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktivis (PPJNA) 98, Anto Kusumayudha angkat bicara. Pernyataan Titiek Prabowo disebutnya sangat ngelantur.

“Sudah jelas era Pemerintahan Jokowi saat ini jauh lebih baik dibanding Soeharto berkuasa selama 32 tahun. Saat era Soeharto, tidak ada demokrasi, tebukti ia sampai 32 tahun berkuasa jadi presiden. Masalah pembangunan, saat ini sudah lebih baik dibanding era Soeharto, yang saat itu korupsi merajalela, berkat suksesnya membangun kolusi dan nepotisme,” tukas aktivis yang pernah aktif di Pijar.

Dia melanjutkan, pada era Soeharto, tak ada aktivis masuk dalam sistem. Karena, semua aktivis yang kritis diburu, bahkan dihilangkan.

“Di zaman Soeharto, tak ada aktivis di pemerintahan. Di zaman SBY ada beberapa orang. Di era Jokowi saat ini, banyak. Bahkan, hingga saat ini, apa yang diambil Seoharto dan kroni-kroninya masih banyak yang belum dikembalikan. Harusnya, berkaca dulu pada masa lalu, Titik Seoharto, baru komen,” tandasnya.

Terpisah, aktivis 98 Mulyadi atau Kimung yang kini tinggal di Kota Bandung ini ikut menanggapi pernyataan Titiek yang mengaku-angku era Soeharto jauh lebih baik dibanding pemerintahan Jokowi.

“Titiek Soeharto harusnya paham, fakta sejarah menyebutkan, Presiden Soeharto memimpin Indonesia terhitung sejak tanggal 12 Maret 1967 hingga 21 Mei 1998. Gayanya berkuasa mirip seperti raja yang tak mau diganti dan inginnya tetap jadi penguasa. Baru saat terjadi unjuk rasa mahasiswa di banyak daerah 1998 serta pendudukan DPR oleh para aktivis, Soeharto lengser,” ucap Kimung.

Pria bertubuh atletis ini kembali melanjutkan, pada era Seoharto menjabat, beragam praktik politik kotor dilakukannya rezim Orde Baru dengan gaya otoritarian dan menimbulkan polemik.    

“Melalui produk kebijakan suka-sukanya di masa Soeharto, militer pun masuk dalam dunia politik praktis untuk memperkuat partai politik binaannya. Anggota militer saat itu ditugaskan untuk ikut serta dalam lembaga pemerintahan. Bahkan, militer dimitrakan dengan prapol asuhannya dijadikan mesin politik untuk mendulang suara dengan pola intimidatif saat itu,” tuturnya.  

“Maraknya KKN, tak meratanya pembangunan yang tak dirasakan manfaatnya di Aceh hingga Papua merupakan fakta sejarah yang tak bisa dipungkiri pada era Soeharto berkuasa. Selain itu, juga meningkatnya kesenajangan ekonomi di masyarakat serta pelanggaran HAM terhadqap masyarakat non pribumi hingga kekayaan negara yang banyak dieksploitasi swasta dari kalangan antek Soeharto. Jadi, apa bagusnya era Soeharto itu, Mbak Titiek?,” tandas Kimung.

Terpisah, aktivis 98, Eko Octa juga berkomentar keras soal penyebutan era Soeharto disebut lebih baik dari Pemerintahan Jokowi.

“Saya Cuma menyarankan agar Titiek Soeharto itu membeli cermin dan berkacalah! Soeharto, penguasa Orde Baru ketika itu meninggal dalam status sebagai terdakwa. Bukan sekadar tersangka. Karena, kasus dugaan korupsi berbagai yayasan yang dipimpinnya saat itu sudah masuk tahap penuntutan, baru kemudian tiba-tiba dihentikan Jaksa Agung saat itu,” ujar Eko.

Kembali dia melanjutkan, Titiek Soeharto juga diminta banyak belajar sejarah agar melek politik dan tak membuat pernyataan tak berdasar. Kata Eko, era Soeharto sangat banyak Keputusan Presiden (Keppres) Soeharto yang diproduksi demi menguntungkan keluarganya.

“Diantaranya, Keppres No 86/1994 yang berisi pemberian hak monopoli distribusi bahan peledak yang diberikan kepada dua perusahaan, yaitu kepada PT Dahana untuk kepentingan militer sedang distribusi komersial diberikan kepada PT Multi Nitroma Kimia (sahamnya sebesar 30 persen milik Hutomo Mandalaputra, 40 persen milik Bambang Trihatmodjo melalui PT Bimantara, dan sisanya PT Pupuk Kujang)," beber Eko.

Kemudian, Keppres No 81/1994 tentang Penetapan Tarif Pajak Jalan Tol yang menguntungkan kerabat dan kolega Soeharto. Lalu, Keppres No 31/1997 tentang Izin Pembangunan Kilang Minyak oleh Swasta untungkan kerabat dan kolega Soeharto.

“Lalu, Keppres No 1/1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri, kemudian Keppres No 93/1996 tentang Bantuan Pinjaman kepada PT Kiani Kertas, selanjutnya Keppres No 42/1996 tentang Pembuatan Mobil Nasional yang dikuasai anak-anak Seoharto. Semuanya menguntungkan antek atau kroni Soeharto dan merugikan negara,” tuntasnya. (Nesto)

 

SHARE

KOMENTAR