Pancasila dan Harmonisasi Agama, ini Kata Kader PDIP Kota Bogor

1369
Astrid Lhizanda, Beni Sitepu dan Julius Khang

KOTA BOGOR – Beberapa hari lagi, Pancasila berulang tahun. Hari lahir Pancasila jatuh pada tanggal 1 Juni ditandai pidato Presiden pertama Indonesia, Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan). Saat itu, Proklamator RI Bung Karno menyampaikan pidatonya pertama kali terkait konsep awal Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Demikian disampaikan kader PDI Perjungan Kota Bogor, Beni Sitepu.

“Berawal dari itu, hingga saat ini, Pancasila 1 Juni diabadikan menjadi hari libur nasional dan disebut hari lahir Pancasila,” kata Ketua Ranting Harjasari, Beni Sitepu kepada media online ini, Sabtu (29/5/2021).

Pancasila, sambung Beni, sebagai sebuah dasar negara dan ideologi yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa, mengandung nilai-nilai yang bersinergi dengan agama demi terciptanya kerukunan bangsa.

“Akan tetapi pada implementasinya di lapangan, keragaman suku, budaya, dan agama yang ada di Indonesia masih menimbulkan perbedaan pandangan di masyarakat terhadap pengamalan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, agama seharusnya dapat dipahami secara moderat dengan tanpa mengorbankan ajaran-ajaran dasar agama dan sebaliknya. Bukan pemahaman yang bersifat radikal, ekstrim atau liberal,” tuturnya.        

Sementara, Sekretaris badiklat DPC PDI Perjuangan Kota Bogor, Julius Khang saat diminta komentarnya mengatakan, Pancasila sebelum disepakati sebagai dasar NKRI tidak melalui jalan mulus.

“Dari rujukan sejarah, para founding father berdiskusi sampai terjadi debat intelektual seru yang menyebabkan mereka hampir berada di ambang perpecahan. Akhirnya disepakati Piagam Jakarta yang di dalamnya memuat Pancasila sebagai dasar negara,” ucapnya.

Namun, lanjut Julius, ternyata dengan Piagam Jakarta tidak lantas menyurutkan perselisihan.

“Kemudian dicapai solusi harmonis yang mempertimbangkan sensitivitas pluralitas di Indonesia dan statemen di atas tergantikan dengan pernyataan Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.

Kekinian, ada upaya dari kelompok yang tak bertanggung jawab yang acap membenturkan agama dengan Pancasila.

“Pendapat saya, tak usah merusak hubungan Pancasila dengan agama. Sebab, selama ini, tak ada masalah antara agama dengan Pancasila. Yang salah adalah, cara pandang seseorang terhadap agama dan Pancasila. Bangsa kita ini bangsa yang religius. Sekaligus juga Pancasilais. Jadi, Pancasila itu hidup, karena diwarnai dan diisi oleh nilai-nilai agama,” imbuh pria yang juga aktivis 98 ini.

Pada bagian lain, Sekretaris Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan (BPEK) DPC PDI Perjuangan Kota Bogor, Astrid Lhizanda Mahardika. Pendapatnya, mempertentangkan agama dengan Pancasila, adalah sebuah kesalahan.

“Agama itu mempersatukan. Pancasila juga. Agama butuh keyakinan. Pancasila juga sama. Agama butuh pengamalan. Demikian halnya dengan Pancasila. Tapi, jangan pernah benturkan Pancasila dengan agama. Karena, membenturkan agama dengan Pancasila, adalah merupakan sebuah kekeliruan, yang tak bisa dimaafkan,” tukasnya.

Baik agama, atau Pancasia, lanjutnya, memperkokoh persatuan bangsa.  

“Persatuan mencerminkan semangat perjuangan bersama yang didasari oleh rasa cinta tanah air, maka masing-masing suku bangsa, atau agama akan siap berjuang, berkorban dan berkontribusi untuk membangun Negara Indonesia tercinta ini. Persatuan juga bermakna bahwa seluruh warga Indonesia sepakat untuk bersatu membentuk negara yang berslogan Bhinneka Tunggal Ika. Hal yang perlu diingat adalah mencintai tetapi mencintai saja tidak akan cukup, kita harus menjiwai (menggunakan hati dan pikiran) Pancasila,” pungkas politidsi wanita yang juga Sekretaris Ranting Sempur PDI Perjuangan Kota Bogor. (Nesto)  

SHARE

KOMENTAR