JAKARTA – Belum usai merebaknya Covid-19 diduga jadi alasan perusahaan untuk membuat kebijakan yang semestinya sehingga merugikan pekerja. Hal itu juga terjadi pada beberapa brand Ritel di Indonesia yaitu SOGO, SEIBU dan GALERIES LAFAYETTE yang tergabung dalam MAP Group. Demi tidak adanya PHK, dan dengan dalih pandemi Covid-19, gaji karyawan dipotong sebesar 20 persen, bahkan 50 persen bagi karyawan yang dirumahkan. Demikian disampaikan Ketua Bidang Hukum Serikat Pekerja Industri Ritel (SPIRIT) Indonesia, Onny Assaad melalui rilis yang diterima media online ini, Kamis (5/11/2020).
“Cara tersebut cukup signifikan untuk mengumpulkan dana yang besar karena managemen telah memotong gaji ribuan karyawan sejak bulan Juni 2020. Dan, sekitar 300 karyawan yang di rumahkan pada tanggal 1 Agustus 2020 sampai sekarang,” kata Onny.
Sebagai tindak lanjut agar pengumpulan dana tersebut seolah-olah secara legal dilakukan, sambungnya, yaitu dengan menyurati karyawan untuk secara “sukarela” bermohon mengajukan PHK kepada perusahaan dengan imbalan 1 PMTK.
“Alasan pandemi Covid19 ini terkadang digunakan oleh pengusaha secara sepihak tanpa membicarakannya dan persetujuan karyawan dan atau serikat pekerja yang ada. Sehingga. terlihat bahwa apa yang dilakukan oleh management melampaui dan melanggar peraturan tenaga kerja,” tuturnya.
SPIRIT Indonesia, lanjutnya, telah melayangkan beberapa kali surat kepada managemen dalam upaya menjadi mitra yang baik agar membicarakan keputusan yang diambil oleh management dilakukan dengan cara tidak melanggar hukum.
“SPIRIT Indonesia menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh management sekarang adalah karena tidak menjalankan manajemen perusahaan secara baik terutama menjalankan ketentuan pasal 70 UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Yang mewajibkan untuk menyimpan dana cadangan sebesar 20 persen dari keuntungan yang diperoleh tiap tahun buku yang akan digunakan sebagai antisipasi kerugian yang mungkin akan dialami dikemudian hari,” ucapnya.
“Lebih dari itu, hal itu disebutnya juga merupakan tidak mau mengerti tentang tanggung Jawab sosial sebagaimana yang diamanatkan oleh pasal 74 UUPT tersebut. Sehingga ketika negara dan bangsa ini dihadapkan dengan pandemi Covid19. Seolah-olah mereka adalah korban yang pertama yang harus diberikan bantuan oleh pemerintah dan dapat melakukan hal-hal yang melanggar ketentuan ketenagakerjaan,” tandas Onny.
Kembali dikatakannya, hal yang dilakukan tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan Wakil Presiden Direktur PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. melalui berita media online, https://amp.kontan.co.id/ pada tgl.27 Agustus 2020, jam 17.08 WIB.
“Diberita tersebut, disebutkan MAPI tidak melakukan PHK atau merumahkan karyawan secara besar-besaran. Namun, ia mengakui, MAPI tidak memperpanjang kontrak sebagian karyawan yang berstatus tidak tetap, paruh waktu dan harian. MAPI juga melakukan efisiensi biaya dengan memotong gaji karyawannya mulai dari level tertinggi untuk mempertahankan arus kas. Kami bersyukur, hingga saat ini tidak terjadi PHK di lingkungan perusahaan. Namun untuk karyawan yang statusnya masih kontrak, sangat disayangkan tidak bisa kami extend pada saat kontrak nya telah berakhir. Tetapi kami tetap mempertahankan staf yang permanen,” kata Onny mengutip yang disampaikan Wakil Presdir PT Mitra Adiperkasa.
Sepertinya, lanjutnya, upaya pemerintah untuk mengurangi PHK dengan mengeluarkan kebijakan dan relaksasi untuk dapat mengurangi beban perusahaan tidak dapat terlaksana dengan baik. “Karena, ada perusahaan yang memanfaatkannya menggunakan alasan pandemi Covid 19 dengan itikad tidak baik untuk kepentingan pengumpulan dana dari memotong gaji dan PHK karyawan dengan kompensasi yang tidak normatif sesuai undang-undang,” pungkasnya. (nesto)