KOTA BOGOR – Peringati Hari Kartini, pada hari ini, Rabu (21/4/2021) kader wanita PDI Perjuangan Kota Bogor gunakan caranya sendiri dengan memasang foto diri melalui twibonnize sebagai ungkapan pesan moral akan meneruskan perjuangan dan emansipasi kaum perempuan.
Lalu, apa makna Hari Kartini? Ketua Ranting Ranggamekar, PDI Perjuangan Kota Bogor, Mintarsih Ela Ningtyas atau yang akrab disapa Tacie menyampaikan, sosok Kartini adalah aset bangsa yang menjadi duta perubahan dimasanya yang memperjuangkan hak kaum wanita, bebas dari tekanan.
“Kartini telah menorehkan sejarah di republik ini, bahwa wanita itu punya hak yang sama dengan pria. Hak mengisi tiap ruang profesi, hingga hak ikut membangun bangsa,” tukasnya tentang sosok RA Kartini.
Seorang Kartini, sebutnya, tak beda dengan Cleopatra, penguasa Ptolemeus terakhir Mesir yang hidup pada masa 69 SM hingga 30 SM. Dia, Cleopatra mampu membuat sejarah mempertahankan Mesir dari berkembangnya Kekaisaran Romawi.
“Dan, Kartini, tak beda dengan Eleanor dari Aquitaine, Ratu pertama Perancis yang mendidik anaknya berhasil menjadi Raja Inggris. Sama seperti halnya Elizabeth Blackwell, wanita pertama yang menerima gelar dokter di Amerika dan wanita pertama yang terdaftar dalam tenaga medis UK. Juga, memiliki semangat tak beda dengan Ibu Teresa, biarawati Albania, pekerja amal yang mengabdikan hidupnya untuk melayani orang miskin,” tandasnya.
Dia menambahkan, Kartini dengan perjuangannya mengajak kaum wanita bisa mendapatkan perlakuan yang bijak, merasakan manisnya duduk di bangku pendidikan, dan terlepas dari belenggu dapur, kasur, dan sumur.
“Agama kita pun sebenarnya tidak pernah menetapkan batasan-batasan sempit pada wanita. Selalu ada ruang bagi wanita untuk mengaplikasikan potensi yang mereka miliki. Kartini adalah seorang muslim, seorang religius. Dan, Islam juga menghargai wanita,” ucap relawan sosial yang juga giat di Karang Taruna.
Terpisah, Ketua Ranting Pamoyanan, PDI Perjuangan Kota Bogor, Rita Wiluyanti, SPd saat ditanya mengatakan, Kartini itu adalah lemparan bom molotov menjawab kegelisahan kaum wanita.
“Untuk lontaran yang tampak kecil itu dibutuhkan keberanian besar, juga rasa ingin tahu yang meluap-luap tak terbendung. Dan, itu dilakukan RA Kartini yang kini terasa manfaatnya bagi kaum wanita hingga sekarang,” tutur Rita.
Wanita yang berprofesi sebagai guru ini juga mengutip yang pernah disampaikan Prof Dr Hamka dalam buku Pedoman Masyarakat. Menurutnya, kalau Kartini masih hidup sekarang dan melihat wanita-wanita sekarang yang ke-Barat-baratan dengan pakaian-pakaiannya, dan hanya memakai kebaya setahun sekali waktu Hari Kartini, tentu akan bersedih.
“Kartini justru menganjurkan agar wanita kita kembali pada kepribadian sendiri. Sejarah Indonesia mencatat nama dan jasa tokoh pejuang perempuan lainnya, seperti Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Laksamana Keumalahayati, Rohana Kudus, Siti Manggopoh, Nyi Ageng Serang, Nyai Ahmad Dahlan, hingga Dewi Sartika,” ujarnya.
Ia melanjutkan, Kartini sudah sukses menyampaikabn penegasan bawah peranan ibu bukan hanya membangun keluarga, tapi juga kehidupan masyarakat.
“Ibu merupakan saka guru peradaban, sehingga Nabi Muhammad SAW menyatakan, ‘wanita ialah tiang negara. Bila wanitanya baik, baiklah negara dan bila wanitanya buruk, rusaklah negara. Perjuangan Kartini itu telah terjawab dengan kemajuan dunia pendidikan saat ini. Namun, yang patut direnungkan, pendidikan dan kemajuan yang harus dicapai perempuan tidak boleh hanya karena semangat. Tapi, juga haruslah berbanding lurus dengan kualitas keluarga dan kepribadian anak-anak yang dilahirkannya,” tuntasnya. (Nesto)