KOTA BOGOR- Akademisi Dr Agus Surachman, SH SP1 sesalkan Pemerintah Indonesia batal membeli minyak dari Rusia yang sejak jauh hari sudah disampaikan mendapakan diskoun besar sehingga harga jauh lebih murah. Andai kebijakan membeli minyak Rusia dilakukan, diyakni tak akan berdampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM), berikut juga tak akan disusul kenaikan harga sembako dan lainnya.
“Indonesia akhirnya tak jadi membeli dari Rusia. Sebab, sejumlah kalangan mengatakan terdapat risiko negatif ketika Indonesia memutuskan membeli minyak dari Rusia, seperti sanksi dari Barat dan Amerika Serikat,” kata Agus Surachman saat bincang santai di kediamannya, Perumahan Tajur, Kota Bogor, Rabu (7/9/2022).
Dia melanjutkan, berdasarkan Badan Pusat Statistik, pada 2021 lalu, minyak mentah yang menyokong Indonesia sebagian besar berasal dari Arab Saudi (4,42 juta ton), Nigeria (3,92 juta ton) dan Australia (1,41 juta ton).
“Saat ini, ditengah ancaman resesi, banyak negara-negara di Asia beralih ke Rusia untuk mendapatkan minyak mentah dengan harga diskon di tengah harga energi global yang masih tinggi. Satu sisi, negara-negara barat berusaha menghalangi ketergantungan mereka pada energi Rusia,” imbuhnya.
Kedua negara ini membeli lebih 50% dari semua kuota ekspor minyak lintas laut Rusia. Jenis minyak Rusia yang dibeli India dikenal sebagai Ural (minyak mentah campuran yang biasa diekspor ke Eropa). Jumlahnya meningkat tajam awal tahun ini.
“Begitu juga China. Negara ini membeli Ural dan ESPO dalam jumlah besar sejak Maret. Pada awal Juli, China dilaporkan telah membeli jumlah terbesar selama dua bulan berturut-turut,” lanjutnya.
Saat ini, lanjut Agus, Indonesia sebagai net importir minyak, tingginya harga minyak mentah dunia ini turut mengerek subsidi BBM.
“Sebagaimana diketahui, harga BBM yang dijual ke publik seperti Pertalite dan Solar Subsidi jauh di bawah keekonomian, sehingga pemerintah memberikan subsidi tahun ini mencapai Rp 502,4 triliun termasuk subsidi BBM, LPG dan kelistrikan. Nah, mestinya, pilihannya membeli dari Rusia dan tak perlu takut ancaman Barat. Karena, sejak dulu kan Indonesia non blok. Bukan pro Barat,” tandasnya.
Mengutip Reuters pada 22 Agustus 2022, harga minyak mentah Urals yang menjadi andalan Rusia itu tercatat di posisi US$ 78,06 per barel. Dibandingkan dengan jenis Brent pada Rabu 24 Agustus mencapai US$100,04 per barel.
“Jelas harga minyak mentah Rusia lebih murah. Jika memilih membeli dari Rusia, seoal kenaikan BBM, saya yakin tak terjadi. Begitu juga dampaknya terkait naiknya kebutuhan pokok dan lainnya. Karena, kebanyakan tergantung dari transportasi. Belum lagi perosalan sosial lain akan muncul, seperti potensi PHK buruh dan sebagainya,” tuturnya.
Pria yang juga dosen pasca sarjana salah satu perguruan tinggi swasta di Bogor itu berujar, diduga kekhawatiran sanksi embargo oleh Amerika Serikat akhirnya membuat pemerintah mengurungkan niat membeli minyak dari Rusia.
“Takut embargo dari Amerika Serikat. Seharusnya itu terjadi. Karena, sekali lagi, kita bukan negara pro barat. Indonesia sejak dulu non blok. Kalau membeli minyak, kan bisa dialkukan atasnama Pertamina. Kenapa China, atau India. Dan, terkini, Sri Lanka yang sedang menghadapi krisis ekonomi parah berani putuskan tak tunduk pada aturan barat, kok kita malah takut diembargo,” ucapnya.
Sebagai informasi, negara-negara yang tergabung dalam G7 telah bersepakat untuk menerapkan pembatasan harga pada minyak mentah Rusia untuk mengurangi kemampuan Moskow mendanai perangnya di Ukraina.
Mengutip CNN, Senin (5/9/2022), para menteri keuangan dari negara G7, yaitu Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Jerman, Prancis, Italia, dan Inggris menyatakan harga maksimum akan ditetapkan oleh koalisi luas negara-negara. Keputusan itu akan berlaku bersamaan dengan sanksi Uni Eropa berikutnya, termasuk larangan impor minyak Rusia melalui laut mulai awal Desember. (Eko Octa)