Sekjen DPD PDIP Jabar Minta Kader Paham Sejarah

734
Sekretaris DPD PDIP Jabar Ketut Sustiawan

BANDUNG – PDI Perjuangan sebagai partai pelopor, juga partai modern dituntut disiplin dan tertib organisasi. Demikian disampaikan Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ketut Sustiawan saat memberikan arahan dalam Pendidikan Guru Kader Daerah PDI Perjuangan di Bumi Kitri Cikutra Kota Bandung, baru-baru ini.

“Disiplin dan tertib berorganisasi sangat penting. Misalnya dalam kegiatan kepartaian mulai tingkat anak ranting ranting, PAC, DPC dan DPD semua harus memakai seragam baik yang hadir online atau offline,” tukasnya.

Ketut juga minta seluruh kader pelopor wajib paham sejarah partai. Karena, tanpa pemahaman sejarah maka partai tak akan kokoh.

 “Saat ini PDI Perjuangan memang partai besar tapi tidak sekonyong-konyong ada dinamikanya dan penuh perjuangan. Pahami juga tantangan kedepan,” jelas dia.

Ketut menambahkan, kader juga harus mematuhi peraturan partai dan tidak bertindak sesukanya.

“PDI Perjuangan memiliki peraturan partai, AD ART partai yang harus dipatuhi seluruh kader,” ujarnya.

Masih menurut Ketut, PDI Perjuangan memiliki perjalanan panjang melewati pasang surut peristiwa. Sejarah PDI Perjuangan dapat dirunut mulai dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Ir Sukarno pada 4 Juli 1927.

“PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Partai gabungan tersebut kemudian dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973,” tuturnya.

Konflik internal pun muncul dengan adanya intervensi dari pemerintah Soeharto saat itu. Mengatasi hal itu, lanjutnya, Megawati Sukarnoputri didukung untuk menjadi ketua umum (Ketum) PDI. Namun pemerintahan Suharto tidak menyetujui dukungan tersebut kemudian menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati Sukarnoputri dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.

Larangan tersebut berbanding terbalik dengan keinginan peserta KLB, kemudian  secara de facto Megawati Sukarnoputri dinobatkan sebagai ketum DPP PDI periode 1993-1998. Sehingga pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati Sukarnoputri dikukuhkan sebagai Ketum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI secara de jure.

Konflik internal PDI terus terjadi hingga diadakan Kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan. Pada 20 Juni 1996 para pendukung Megawati Sukarno Putri melakukan unjuk rasa. Kemudian pada 15 Juli 1996 pemerintah Suharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI.

Akhirnya pada 27 Juli 196 pendukung Megawati Sukarnoputri menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat. Kemudian muncul rombongan berkaus merah kubu Suryadi, kemudian terjadi bentrok dengan kubu Megawati Sukarnoputri.

“Peristiwa tersebut dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli,” tutupnya. (Nesto)

SHARE

KOMENTAR