Uni Soviet, memiliki peran membantu pembebasan Irian Barat atau sekarang lebih dikenal dengan Papua. Campur tangan positif Soviet terlihat dalam beberapa bantuan yang diberikannya kepada Pemerintah Indonesia ketika itu.
Dilansir dari Liputan6.com, seorang peneliti dan ahli Indonesia yang tinggal di Den Haag, Belanda, Clarice Van Den Hengel bercerita pada media Rusia, Russian Beyond The Headline (RBTH), Presiden Pertama Indonesia, Sukarno menjelaskan, saat Indonesia merdeka dan kemerdekaan diakui Belanda hanya tinggal Irian Barat yang belum mendapat pengakuan sebagai bagian NKRI.
Sukarno pun mulai bergerak untuk membebaskan Irian Barat. Upaya ia mulai dengan melakukan negosiasi dengan Belanda. Namun, langkah itu gagal. Setelah itu, Sukarno mencoba menggalang dukung melalui PBB. Hasilnya ternyata sama saja.
Tak patah arang, sang proklamator, memutuskan mengunjungi Moskow. Di sana, dirinya bersama pemimpin Soviet ia membahas permasalahan Irian Barat. Pemimpin Soviet saat itu, Nikita Khrushchev, yang mendukung gerakan antikolonialisme di Asia dan Afrika, dengan cepat mengumumkan dukungannya terhadap Indonesia. Dukungan Moskow ditunjukan dengan mempersenjatai angkatan bersenjata Indonesia.
Dari medio 1950-an hingga akhir era Orde Lama, Soviet menyuplai Indonesia satu kapal penjelajah, 14 kapal perusak, delapan kapal patroli antikapal selam, 20 kapal rudal, beberapa kapal torpedo bermotor dan kapal meriam, serta kendaraan-kendaraan lapis baja dan amfibi, helikopter, dan pesawat pengebom.
“Situasi benar-benar berubah ketika Indonesia dipersenjatai oleh Soviet. Belanda sudah kalah perang dengan rakyat Indonesia dan tidak siap untuk berurusan dengan tentara Indonesia yang dilengkapi dengan senjata modern," jelas Van Den Hengel seperti dikutip dari RBTH.
Dipasoknya senjata dari Uni Soviet membuat Indonesia terlibat konforntasi dengan Belanda pada 1960. Dikutip dari Okezone, saat itu, Indonesia mendapatkan bantuan kekuatan armada laut dan udara militer dari Uni Soviet dengan nilai US$2,5 miliar dalam rangka Trikora. Saat itu, kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan, menandingi Australia.
Kekuatan utama Indonesia adalah salah satu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Soviet dari kelas Sverdlov. Kapal perang itu memiliki 12 meriam raksasa kaliber enam inci. Setelah tiba di Indonesia, kapal ini berganti nama menjadi KRI Irian.
Kapal jenis ini adalah Kapal Penjelajah konvensional terakhir yang dibuat untuk AL Soviet. 13 kapal diselesaikan sebelum Nikita Khrushchev menghentikan program ini karena kapal jenis ini dianggap kuno dengan munculnya rudal (peluru kendali).
Kapal ini adalah versi pengembangan dari penjelajah kelas Chapayev. KRI Irian sebenarnya adalah kapal Penjelajah Ordzhonikidze dari armada Baltik AL Soviet yang dibeli oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1962. Saat itu KRI Irian merupakan kapal terbesar di belahan bumi selatan. Kapal ini digunakan secara aktif dalam Operasi Trikora untuk persiapan merebut Irian Barat.
Pada 19 desember 1961, Presiden Soekarno mengumumkan Tri Komndao Rakyat (Trikora) di Yogyakarta pada acara peringatan Agresi Militer Belanda II. Trikora diharapkan agar rakyat mendukung secara aktif usaha pengembalian Irian barat.
Isi Trikora yaitu:
1. Gagalkan pembentukan Negara boneka Papua Belanda.
2. Kibarkan sang Merah putih di Irian Barat.
3. Tanah Air Indonesia bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mepertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Akhirnya di bawah tekanan AS, pada Agustus 1962, Belanda sepakat menyerahkan Irian Barat ke Otoritas PBB (UNTEA). Di 1963, wilayah Irian Barat akhirnya diserahkan kepada Indonesia.
Setelah referendum 1969, atau yang dikenal sebagai Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera), rakyat Irian Barat dengan suara bulat memilih bergabung dengan Indonesia. Meskipun dibantah oleh beberapa pengamat Barat, hasil referendum diterima oleh Amerika Serikat, Uni Soviet, Australia, serta 81 anggota PBB lainnya.
(Sumber : Liputan6.com/Okezone.com)