MEMUDARNYA RASA NASIONALISME

569
Dr Agus Surachman, SH SP1

Diantara hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober dan 10 Nopember sebagai harai Pahlawan, layaklah kita angkat tema tentang memudarnya Rasa Nasionalisme. Karena, semakin tidak semarak dirayakan seperti waktu waktu yang lalu.

Di era serba modern, serba terbuka paham nasionalisme semakin terkikis oleh paham globalisme. Kondisi tersebut hamper terjadi di semua negaradidunia, tak terkecuali di Indonesia. Kekuatan-kekuatan capital asing semakin merajalela, memperluas jaringannya. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah dieksploitasi oleh pihak asing dengan kedok “investasi”, dimana keuntungan lebih banyak dinikmati capital asing, secara tidak langsung kita dijajah Kembali oleh kekuatan asing.

Dalam istilah bung Karno The New Imperialisme atau Modern Imperialisme yang lahir dari capitalisme baik itu capitalism asing maupun capitalisme bangsa sendiri. Dalam kaitannya dengan nasionalisme, maka dapat dilihat bahwa negara hanya dijadikan sebagai alat penjaga keamanan dan ketertiban, sedangkan kemakmuran dan kesejahteraan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan multi nasional yang notabene milik asing. Bahkan, bukan hanya sebagai “penjaga” saja tetapi juga terjadi kerjasama saling menguntungkan antara pemerintah dan korporasi.

Menurut John Parkins dalam bukunya Confession of an economic hit Man, disebut Corporatocracy, dimana John Parkin sendiri pernah terlibat dalam pekerjaan yang mempromosikan kepentingan korporatokrasi ( koalisi pemerintah, bank dan korporasi ).

Ada kecenderungan pergeseran peran negara kearah itu, dimana nantinya nasionalisme warga negara sedikit demi sedikit akanmemudar (nationless) dan diganti dengan paham globalisme yangmendewakan uang dan kesenangan. Nasionalisme merupakan sebuah paham yang mana muncul tatkala kita diharuskan untuk memilih pada diri kita akan status kebangsaan. Secara umum, nasionalisme muncul tatkala seseorang dihadapkan pada dua atau lebih pilihan yang mengharuskannya memilih hal yang berkenaan dengan kewarganegaraan, suatukelompok, yang secara khayal ada keterikatan.

Warga negara dari suatu bangsa pasti memiliki identitaspolitik yang mana identitas tersebut ditanamkan semenjak kita lahir, semenjak kita mengenyam pendidikan. Di Indonesia sendiri penanaman konsep identitas politik (politic identity) diwujudkan pada diselenggarakannya peringatan- peringatan yang berkaitan denganjati diri bangsa, misal, peringatan Sumpah Pemuda, HUT RI 17 Agustus, upacara setiap hari senin, dan sebagainya. Yang mana kesemuanya itu merupakan upaya-upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan identitas politik dan upaya untuk menanamkan rasa nasionalisme.

Mencetak pribadi-pribadi yang cinta dan bangga akan bangsanya. “Saya adalah orang Indonesia, lahir dan hidup di Indonesia, makasaya harus mengabdi kepada bangsa dan negara saya, apa yang bisasaya lakukan untuk negara?”

Statemen di atas mungkin pada saat ini sudah tidak bisa dipakai atau dijadikan patokan. Hal ini dikarenakan mulai maraknya budaya luar yang notabene mulai mengaburkan batas-batas khayal budaya suatu negara. Di Indonesia orang mungkin tidak lagi bangga akan bangsanya, orang akan cenderung membandingkan denganbangsa lain, mereka berandai-andai bagaimana kalau mereka tinggaldi bangsa/negara lain yang lebih baik daripada Indonesia. Ironisnya negara yang dijadikan pembanding merupakan pencipta dan penyebar arus globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang notabene merupakan negara yang sudah mapan segala-galanya dan menganggap bangsa asia hanya sebagai ‘market’ bagi keuntungan negaranya.

Kondisi demikian sudah mewabah hampir disemua kotakota besar di asia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya Hal ini salah satunya disebabkan karena semakin terbukanyainformasi, pengaruh kapitalis (globalisasi), ketidakmampuan pancasila dalam menyaring budaya-budaya dan informasi yang masuk dan hal lain yang intinya semakin mendekatkan masyarakat pada konsep ‘global village’. Salah satu sebab yang merupakan penyebab utama adalah karena adanya globalisasi.Diaspora (persebaran) globalisasi yang pesat merupakanpenyebab utama kemerosotan rasa nasionalisme.

Dengan kata lain globalisasi merupakan tantangan utama bagi nasonalisme tanpa mengenyampingkan factor-faktor lain. Dalam perkembangan sejarah, paham nasionalisme (kebangsaan) tidak atau belum pernah mengalami tantangan yang sedemikian serius. Dengan merebaknya globalisasi dalam bidangekonomi yang didukung dengan teknologi komunikasi,mengakibatkan melemahnya batas-batas antar negara, sehingga terjadi interaksi universal antar manusia.

Bahkan Bendera sebagai suatu ciri kebanggaan nasionalisme sering tidak bisa dikibarkan. Misalnya semakin tidak semaraknya pengibaran bendera merah putih pada hari kemerdekaan Republik Indonesia, kemenangan Indonesia sebagai juara Thomas Cup thun 2021 setelah menang dari team china di Denmark karena ada sanksi dari WADA ( Word Anty Doping Agency ).

(Penulis : Dr Agus Surachman, SH SP1)  

SHARE

KOMENTAR