MERAWAT NYALA SPIRIT KEBANGKITAN NASIONAL

8

HARI INI, dimulai dari 117 tahun lalu, bangsa ini memperingati Hari Kebangkitan Nasonal (Harkitnas). Mengutip dari laman Kemendikbudristek RI, penetapan Harkitnas ditetapkan setiap tanggal 20 Mei dan dihitung sejak organisasi Budi Utomo pertama kali dibentuk yaitu pada 20 Mei 1908.

Mengutip dari berbagai sumber, peringatan Harkitnas pertama kali digelar pada 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan Yogyakarta yang dihadiri oleh Presiden Soekarno yang saat itu juga  berpidato tentang kebangkitan nasional. Selanjutnya, penetapan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Sejak saat itu, setiap tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), yaitu hari nasional yang bukan hari libur dan diperingati oleh seluruh bangsa Indonesia.

Memperingati Harkitnas berdasarkan lahirnya organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 yang menjadi momentum awal melakukan perlawanan terhadap penjajah. Berdirinya organisasi Budi Utomo melatarbelakangi kebangkitan semangat memperjuangkan kemerdekaan. Tak sekedar sejarah, tapi juga pengingat bahwa perjuangan itu harus terus berkelanjutan.

Merenungkan kembali pidato Presiden pertama RI Soekarno dalam beberapa peringatan Hari Kebangkitan Bangsa, seakan masih terasa relevan dengan situasi bangsa Indonesia saat ini.

Bung Karno, saat peringatan Hari Kebangkitan Nasional di Stadion Utama Senayan, Jakarta, 20 Mei 1964, menyampaikan pentingnya menjaga persatuan bangsa. Kala itu, Soekarno menyinggung soal upaya adu domba dan pemecahbelahan sebagai senjata yang paling ampuh untuk menguasai suatu bangsa. Lantas dia membandingkan kondisi bangsa Indonesia saat itu dengan zaman kerajaan  Sriwijaya dan Majapahit.

Soekarno berkata, penduduk Nusantara yang menjadi cikal bakal bangsa Indonesiaharus merasa menjadi satu bangsa yang tidak terbagi-bagi. Bangsa Indonesia, dari pulau yang barat sampai ke pulau yang paling timur adalah satu negara, satu bangsa yang tidak bisa dibagi-bagi.

"Tetapi kemudian imperialisme memecah belah kita, kita diadu domba satu sama lain. Orang Jawa dibikin benci kepada orang Sumatera. Orang Sumatera dibikin benci kepada orang Jawa. Orang Jawa dibikin benci kepada orang Sulawesi. Orang Sulawesi dibikin benci sama orang Jawa... Dan ini salah satu senjata yang immateriil," tutur Soekarno seperti dikutip dari kumpulan naskah pidato berjudul 'Bung Karno: Setialah Kepada Sumbermu'.

Harkitnas tidak lepas dari peran Boedi Oetomo sebagai pelopor kebangkitan kesadaran nasional dan inspirasi perjuangan kemerdekaan. Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Soetomo bersama sejumlah pelajar STOVIA pada masa itu merupakan organisasi modern pertama di Hindia Belanda. Meski awalnya bergerak di bidang pendidikan dan kebudayaan, Budi Utomo menjadi simbol awal kesadaran kolektif rakyat Indonesia untuk bangkit dari penindasan kolonial.

Seterusnya, organisasi-organisasi lain turut bermunculan, seperti Indische Partij yang digagas oleh Ernest Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat pada 1912. Sementara itu, Muhammadiyah, yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, turut memainkan peran penting dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan.

Tulisan Suwardi Suryaningrat berjudul "Als ik eens Nederlander was" (“Seandainya Aku Seorang Belanda”) juga berpartipasi dalam perjuangan melalui kritiknya yang ditujukan kepada pemerintah kolonial atas rencana perayaan kemerdekaan Belanda dengan dana dari jajahan, menjadi simbol perlawanan intelektual pada masa itu. Akibat tulisan tersebut, ia bersama tokoh lainnya dibuang ke pengasingan.

Dan, tahun 2025 ini, tentunya berbeda dengan perjuangan yang telah dirintis para pejuang atau pahlawan bangsa lebih dari seabad yang lalu. Kini, kemajuan bangsa ini telah hadir di depan mata, momen ini perlu kita tangkap agar bangsa ini mampu melenggang menuju mimpi sebagai bangsa. Pada kebangkitan 20 Mei bukan hanya penanda sejarah. Tapi, juga suatu momen refleksi bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menumbuhkan kembali semangat kebangkitan dalam menghadapi tantangan zaman.

Melalui kebangkitan nasional menjadi titik awal munculnya kesadaran nasionalisme untuk merawat kemerdekaan Indonesia. Selain itu, juga semangat kebangkitan nasional harus tetap terpatri dalam hati seluruh rakyat Indonesia. (*)

 

Penulis : Waket DPRD Kota Bogor, H Dadang Iskandar Danubrata, SE, MM

SHARE

KOMENTAR