Pernah Jadi Jurnalis, Berikut Pesan Bung Karno kepada Insan Pers

2254
Presiden pertama RI Ir Soekarno (Foto: IPPHOS/Antara)

Bung Karno, sebelum menjadi Presiden Republik Indonesia, lama menggeluti dunia jurnalistik. Bahkan pernah jadi pemimpin redaksi. Dalam tulisan-tulisannya di suratkabar, selain menggunakan nama asli, Soekarno menggunakan nama pena; Bima dan Soemini.

Dikutip dari jpnn.com, ketika menulis di Oetoesan Hindia, koran milik Tjokroaminoto, bapak kosnya di Surabaya, Bima menjadi nama samaran Bung Karno. Saat itu usianya masih belasan tahun ketika itu. Im Yang Tjoe, penulis biografi pertama Bung Karno; Soekarno Sebagai Manoesia, terbit 1933, menceritakan Soekarno kegandrungan Bima—tokoh pahlawan dalam pewayangan—sejak kanak-kanak.

Menurut pengakuan Bung Karno langsung dalam biografinya, tak kurang 500 tulisannya di Oetoesan Hindia memakai nama Bima. Semasa di Surabaya, sebagaimana ditulis Rudi Hartono dalam Pena Tajam Soekarno, Si Bung pernah aktif sebagai anggota dewan redaksi Bendera Islam, suratkabar yang kemudian hari berganti nama Fadjar Asia. Koran yang terbit tiga kali seminggu ini bersemboyan; Melawan Imperialisme Barat! Berjuang untuk Kebebasan Bangsa dan Tanah Air.

Seterusnya, saat Soekarno melanjutkan sekolah arsitek di Bandung. Technische Hoogeschool—kini Institut Teknologi Bandung (ITB), bersama kawan-kawannya, mendirikan kelompok studi Algemene Studie Club. Dan menerbitkan majalah Soeloeh Moeda Indonesia, pada 1926.

Presiden pertama RI Ir Soekarno juga mewanti-wanti agar insan pers tak kebablasan dengan kebebasannya. Dinukil dari okezone.com, nasihat tersebut disampaikan lewat pidatonya di malam ramah-tamah dengan para insan pers dari lembaga Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Istana Bogor, 20 November 1965.

Berikut ringkasan pidato Bung Karno seputar dunia pers di Istana Bogor, 20 November 1965 yang disarikan dari buku ‘Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965 – Pelengkap Nawaksara’ oleh Asvi Warman Adam, Budi Setiyono dan Bonnie Triyana:

“...Wartawan-wartawan Indonesia ini perlu upgrading. Caranya memberi pengetahuan yang luas yang salah satu jalan ialah banyak membaca, banyak membaca, banyak membaca. Saya ini boleh dikatakan sebagian daripada hidup saya itu pekerjaan Cuma membaca, membaca, membaca, membaca dan membaca. Sebab, membaca menambah pengetahuan kita. membuat kita manusia yang kultur yang tinggi nilainya. Saya anggap penting selalu membaca, meskipun saya telah diberi gelar Doctor Honoris Causa 27 kali oleh universitas-universitas.

...Pokok daripada keprihatinan saya di waktu-waktu belakangan ini, jikalau aku membaca tulisan-tulisan Saudara di surat-surat kabar, banyak sekali yang Saudara tulis di surat-surat kabar sebetulnya self destruction daripada bangsa kita. Oleh karena apa? Apa yang Saudara tulis itu terlalu berjiwa gontok-gontokan, bakar-bakar semangat etcetera, etcetera, etcetera.

...Moral agama melarang, menjaga jangan sampai kita itu menjalankan fitnah. Agapa apapun tidak membenarkan fitnah. Dari segala macam kejahatan sebetulnya fitnah itu adalah yang ter, ter, terjahat. Saudara sebagai wartawan punya pekerjaan itu sebetulnya gawat sekali. Lebih gawat daripada pekerjaanmu. Apa sebab gawat? Oleh karena sampai sekarang ini apa yang ditulis di surat kabar dipercaya. Het volk gelooft het (yang dipercaya masyarakat).

...Ada kabar misalnya seorang perempuan menjadi hamil, karena ya digeremeti ular! Wah ini wah, di sana ada perempuan jadi hamil digeremeti ular! Saya bilang nonsens! Kapan parantos diserat, di surat kabar! Jadi apa yang ditulis di surat kabar benar menurut anggapan manusia sekarang ini. Coba apapun yang ditulis di dalam surat kabar dipercaya manusia. Dikatakan parantos asup di surat kabar, kan sudah masuk surat kabar. Nggak salah lagi, kalau sudah masuk surat kabar itu sudah nyata benar.

Nah, Saudara-saudara, inilah kegawatan pekerjaan Saudara-saudara. Jangan sampai Saudara-saudara mengeluarkan satu perkataan pun dari tetesan pena Saudara yang tidak berisi satu kebenaran. Oleh karena tiap-tiap tetesan pena Saudara dipercayai oleh pembaca. Tanggung jawab Saudara adalah tinggi sekali. Karena itu saya peringatkan, awas jangan sampai tulisan Saudara sebetulnya adalah fitnah.

...Karena itu saya anjurkan sebelum Saudara menulis barang sesuatu cek dulu, cek dulu, cek dulu, cek dulu. Hati-hati menulis, sebab Saudara-saudara punya pekerjaan adalah pekerjaan gawat sekali. Gawat! Janganlah Saudara itu membantu kepada inilah, hhh, panas-panasan, yang saya namakan gontok-gontokan, gebug-gebugan. Ingat, a great civilisation never goes down unless it destroys itself from within."

(Sumber : jpnn.com/okezone.com/ nesto)

SHARE

KOMENTAR