Besok Peringatan Hari Lahir Pancasila, ini Pidato Bung Karno

72
Bung Karno, Foto - VOI

Aartreya - Setiap tahun, pada tanggal 1 Juni, Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Pancasila adalah dasar negara Indonesia, yang berasal dari kata "panca" yang berarti lima dan "sila" berarti dasar. Pancasila merujuk pada lima pilar yang menjadi dasar berdirinya Indonesia. Lantas, mengapa setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila?

Hari Lahir Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni karena pada 1 Juni 1945, Soekarno pertama kalinya menyebut istilah Pancasila dalam pidatonya di Sidang BPUPKI Pertama. Lahirnya Pancasila memang tidak lepas dari sidang yang dilakukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

BPUPKI pertama kali dibentuk oleh Jepang pada 29 April 1945, yang bertujuan untuk menarik simpati masyarakat Indonesia. Lewat BPUPKI, Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Setelah dibentuk, BPUPKI melaksanakan sidang pertama yang berlangsung sejak tanggal 29 Mei-1 Juni 1945. Sidang Pertama BPUPKI diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat.

Dalam sidang ini, para anggota membahas mengenai rumusan dasar negara Indonesia. Terdapat tiga tokoh yang memaparkan rumusan dasar negara, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

Sejarah Hari Lahir Pancasila

Dilansir dari DITSMP Kemdikbud, Hari Lahir Pancasila dilatarbelakangi dari janji kemerdekaan yang diberikan oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso kepada bangsa Indonesia pada 7 September 1944.

Janji tersebut disampaikan Jepang untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia dalam perang melawan tentara sekutu. Namun, janji tersebut tidak terpenuhi hingga Jepang memberi janji kemerdekaan kedua pada 29 April 1945 melalui Maklumat Gunseikan.

Di dalam Maklumat Gunseikan tersebut memuat pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas untuk merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka.

Sidang petama BPUPKI diselenggarakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 di Gedung Chuo Sangi In. Pada sidang tersebut, beberapa anggota BPUPKI termasuk Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno memberikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan dasar negara Indonesia.

Untuk menyempurnakan rumusan Pancasila, BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari tokoh-tokoh seperti Ir.Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain sebagainya.

Setelah melewati berbagai proses persidangan dan diskusi, Pancasila akhirnya siahkan sebagai dasar negara pada Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945.

Pidato lengkap Soekarno

Berikut adalah isi pidato yang disampaikan Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI yang menjadi cikal bakal Pancasila.

Paduka tuan Ketua yang mulia! Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya.

Saya akan menetapi permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka tuan ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka.

Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini. Ma’af, beribu ma’af! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka.

Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka tuan ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische grondslag” dari pada Indonesia merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.

Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka tuan Ketua yang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberi tahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan ,,merdeka”. Merdeka buat saya ialah: “political independence, politieke onafhankelijkheid . Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?

Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang – saya katakan di dalam bahasa asing, ma’afkan perkataan ini – zwaarwichtig” akan perkara yang kecil-kecil. “Zwaarwichtig” sampai -kata orang Jawa- “njelimet“. (*)

 

(Sumber : Kompas.com/Liputan6.com/ Eko Okta)

SHARE

KOMENTAR