Catatan Pak E : Kota Bogor Berlabel Kota Miskin di Jabar, Aa Bima Arya Memang Luar Biasa!

306
Eko Octa

BARU-BARU INI, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat merilis data mengenai tingkat kemiskinan di kota dan kabupaten di Jawa Barat pada tahun 2022. Posisi teratas sebagai kota termiskin yakni Kota Tasikmalaya dengan persentase angka kemiskinan mencapai 12,72 persen.

Selanjutnya, peringkat kedua, Kota Cirebon dengan persentase 9,82 persen, diikuti oleh Kota Sukabumi dengan 8,02 persen, Kota Bogor dengan 7,10 persen, dan Kota Banjar dengan 6,73 persen.

Lalu, kok bisa Kota Bogor meraih predikat kota miskin di Jabar pada tahun 2022, menurut BPS Jabar? Mari telisik melalui jejak digital.  Pada akhir tahun 2021 lalu, diwartakan banyak media, Walikota Bogor Bima Arya berencana akan membangun ibukota baru di Katulampa, Bogor Timur.

Menurut Bima, - dilansir dari beritasatu.com, dari pemberitaaan 19 November 2021-, membangun kota sama halnya dengan membangun masa depan. .

'Gaya latah' Bima Arya memindahkan ibukota ke Katulampa dari tempat semula ini, boleh dibilang tak bijak. Jika dibandingkan dengan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim) yang telah direstui DPR, itu karena suatu alasan tepat.

Diantaranya, saat ini populasi DKI Jakarta sudah terlalu padat. Sebagaimana Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) pada 2015 menyebutkan, sebesar 56,56 persen masyarakat Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. Sementara di pulau lainnya, persentasenya kurang dari 10 persen.Selain itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, kontribusi ekonomi terhadap PDB di pulau Jawa sebesar 58,49 persen. Selain itu, pada tahun 2013 Jakarta menempati peringkat ke-10 kota terpadat di dunia (UN, 2013). Dan, pada tahun 2017 menjadi Peringkat ke-9 kota terpadat di dunia.

Kembali ke rencana pemindahan ibukota ke Katulampa yang digagas Bima Arya,lalu, apa alasan? Boleh dibilang tak jelas. Kenapa? Karena, Kota Bogor merupakan kota kecil dan bangunan pemerintah daerah yang saat ini ditempati masih terbilang layak.

Serta, pemindahan ibukota Bogor ke Katulampa, tak ada kaitannya dengan ancaman kepadatan penduduk, apalagi soal ekonomi masyarakat. Yang ada, hal itu malah semakin membuat pengeluaran mubazir. Anggaran yang seharusnya diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat, harus beralih ke urusan pembangunan atau menciptakan proyek baru yang ‘mensejahterakan’ pengusaha. 

Untuk diketahui, kebutuhan pembiayaan untuk mewujudkan pemindahan pusat pemerintahan di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur membutuhkan sekitar Rp 2,05 triliun. Jika dibandingkan dengan PAD Kota Bogor,  dengan kisaran lebih kurang Rp1 triliunan, artinya untuk membangun ibukota baru di Katulampa, membutuhkan biaya dua kali lipat dari PAD Kota Bogor.    

Sebagai informasi, dihimpun dari beberapa sumber, sebelumnya Walikota Bima Arya telah mengajukan pinjaman kepada pemerintah pusat melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) di masa pandemi. Dana yang dikabarkan cair pada tahun 2020 tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur kawasan Gelanggang Olah Raga (GOR) Pajajaran dan komplek perkantoran pemerintahan Kota Bogor yang baru. Dan, pada tahun 2023 ini, Pemkot Bogor harus mencicil dana pinjaman PEN sebesar Rp31,9 miliar dengan cicilan pertahun Rp6,4 miliar selama 96 bulan atau delapan tahun.

Nah, jika dana PEN atau anggaran pemindahan ibukota ke Katulampa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat Kota Bogor, tentunya hal tersebut bisa menekan laju kemiskinan di tahun 2022.

Namun, sepertinya diduga pembangunan pemindahan ibukota menjadi pilihan prioritas utama Kepala Daerah Kota Bogor, Bima Arya dibanding mengentaskan masyarakat dari jerat kemiskinan. Dan, yang pasti, jika terjadi pemindahan ibukota ke Katulampa, warga berstatus gakin tak akan menerima manfaat apapun.  (Penulis : Aktivis 98, Eko Octa)

SHARE

KOMENTAR