Rakyat Indonesia Lebih Berpihak Rusia Dibanding Ukrania, Berikut Analisa Dr Agus Surachman

515

Media asing South China Morning Post soroti sikap masyarakat Indonesia yang disebutnya lebih mendukung Rusia dibanding Ukraina. Karena, Ukraina dinilai lebih pro Barat. Selain itu, masyarakat Indonesia pun mengagumi sosok Presiden Rusia, Vladimir Putin yang lebih condong memihak kepada Islam.

Akademisi Kota Bogor, Dr Agus Surachman juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, warga Tanah Air lebih banyak tak menyukai Amerika Serikat (AS) dan sekutunya menyikapi menjaga perdamaian dunia.

“Kenapa? Karena, saat Paletisna, hingga Irak diinvasi, Amerika dan sekutunya diam. Tapi, ketika Ukrania diinvasi Rusia, mereka bereaksi. Tentu itu karena peroslan kepentingan AS dan sekutunya,” analisa dosen pasca sarjana salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) di Bogor saat diwawancarai media ini, (14/3/2022).

Dia melanjutkan, Amerika sendiri punya catatan sejarah, tak sukses sebagai ‘penjajah’ menduduki Afganistan. Sebagaimana diketahui, setelah selama 20 tahun menginvasi Afghanistan, tentara AS dan Inggris bersiap angkat kaki. Pada September 2021 lalu, Presiden Biden mengumumkan bahwa 2.500-3.500 pasukan AS yang tersisa di sana angkat kaki, Begitu juga dengan sekutunya, Inggris juga melakukan hal yang sama, menarik sisa 750 pasukannya.

“Selain, invasi yang dilakukan Amerika dikesankan seolah sebagai pembenaran. Mundurnya tentara AS dari Afganistan karena biaya perang yang sangat tinggi, dimulai dari per harinya, per bulan, hingga tiap tahunnya,” tuturnya.

“Sikap Indonesia terkait Rusia-Ukrania sudah tepat. Karena, Indonesia adalah negara yang tak berpihak kepada salah satu blok. Nah, terkait masyarakat Indonesia yang cenderung berpihak ke Rusia, itu juga karena Indonesia memiliki historis. Dulu, saat operasi Trikora, alutsista kita kebanyakan dari Rusia. Selain itu, tak berpihaknya rakyat Indonesia ke Amerika karena meganggap kecongkakan AS, apalagi di NATO juga ada Belanda. Hal lain, Putin memihak ke Islam,” tuturnya.

Pandangan Agus, penyebab perang Ukrania karena negara tetangganya itu berencana akan bergabung ke NATO (North Atlantic Treaty Organization) atau atau dalam bahasa Indonesia disebut Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Namun dalam perkembangannya, memiliki anggota mayoritas di Eropa Barat.

Sebagaimana diketahui, negara yang menjadi anggota NATO yakni AS, Inggris, Perancis, Belgia, Belanda, Luksemburg, Kanada, Italia, Portugal, Islandia, Denmark, Norwegia. Selanjutnya, Yunani (bergabung tahun 1952) Turki (bergabung tahun 1952) Jerman (sebagai Jerman Barat, bergabung tahun 1955) Spanyol (bergabung tahun 1982) Republik Ceko (bergabung tahun 1999) Hongaria (bergabung tahun 1999) Polandia (bergabung tahun 1999) Bulgaria (bergabung tahun 2004).

Kemudian, Estonia (bergabung tahun 2004) Latvia (bergabung tahun 2004) Lituania (bergabung tahun 2004) Rumania (bergabung tahun 2004) Slovakia (bergabung tahun 2004) Slovenia (bergabung tahun 2004) Albania (bergabung tahun 2009) Kroasia (bergabung tahun 2009) Montenegro (bergabung tahun 2017) Makedonia Utara (bergabung tahun 2020).

“Jika Ukrania bergabung di NATO, Rusia menganggap itu menjadi ancaman. Hal itulah yang jadi pemicu perang,” tuntasnya.

Diketahui, selain negara-negara anggota, terdapat juga negara yang merupakan mitra atau partner countries NATO. Partner countries merupakan negara-negara dan organisasi internasional yang bekerja sama dengan NATO dengan status sebagai non-anggota. Negara tersebut adalah: Armenia, Austria, Azerbaijan, Belarusia, Bosnia dan Herzegovina, Finlandia, Georgia, Irlandia, Kazakhstan, Kirgistan, Malta, Moldova, Serbia, Swedia, Swiss, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina, Uzbekistan.  (Nesto)

 

SHARE

KOMENTAR