Aartreya – Fenomena warga antri beras belakangan ini terjadi di sejumlah daerah. Demikian juga di Kota Bogor. Harga beras di sejumlah pasar di Kota Bogor mengalami kenaikan selama sepekan terakhir. Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ) Kota Bogor merilis harga beras selama sepekan terakhir, terpantau di Pasar Bogor mencapai Rp16.000.
Meroketnya harga beras, konon disebut-sebut dipicu karena pemerintah menggunakan stok beras Bulog untuk politik bantuan sosial (bansos) sampai 1,3 juta ton pada masa pemilu. Terlambatnya campur tangan pemerintah, diduga karena Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang juga politisi PAN, sebelumnya disibukan dengan urusan kampanye pada masa pemilu.
Dampaknya, pemilu usai, masyarakat di sejumlah daerah terlihat ikut mengantri beras. Dikutip dari Kompas.id, berdasarkan laman Panel Harga Pangan dari Badan Pangan Nasional, harga beras medium per 24 Februari 2024 rata-rata mencapai Rp 14.860 per kilogram. Kemudian, harga beras premium di Jakarta rata-rata masih mencapai Rp 16.310 per kilogram.
Sementara, berdasarkan harga eceran tertinggi (HET) dalam Peraturan Badan Pangan Nasional No.7 Tahun 2023 untuk Zona 1 (Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, Sulawesi) adalah Rp 10.900 per kilogram untuk beras medium, sedangkan untuk beras premium harganya Rp 13.900 per kilogram.
Melonjaknya harga beras tentu berpotensi akan menyumbangkan kemiskinan baru. Merujuk data Susenas Maret 2023, di Indonesia saat ini terdapat 25,9 juta orang berstatus miskin. Lonjakan harga pangan pasca pemilu yang makin tak terbendung, diprediksi berpotensi banyak orang akan kehilangan daya beli sehingga berstatus menjadi miskin.
Sebagaimana diketahui, garis kemiskinan Indonesia saat ini adalah Rp550.458 per orang per kapita per bulan sebagai parameter nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan bukan makanan yang harus dipenuhi seseorang agar tidak dikategorikan miskin.
Sedangkan, garis kemiskinan per rumah tangga di Indonesia saat ini, berdasarkan hasil Susenas Maret 2023, adalah Rp2,59 juta per bulan sebagai gambaran nilai rata-rata rupiah minimum yang harus dikeluarkan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan agar tidak dikategorikan miskin.
Merangkaknya harga beras sebagai kebutuhan pokok rakyat Indonesia jika tak dibendung pemerintah dan terus belarut-larut, bukan tak mungkin nantinya akan diiringi kenaikan tingkat kemiskinan baru. Andai saat ini masa kampanye pemilu belum selesai, bukan tak mungkin antrian beras tak terjadi. Karena, para elit politik diduga pasti akan menyibukan diri bagi-bagi beras untuk cari simpati rakyat. Tapi, ironisnya, hanya beberapa hari pemilu tuntas, antrian para emak-emak menjadi pemberitaan di sejumlah media.
Padahal, - mengutip CNNIndonesia, 20 Februari 2024- di Malaysia dan Singapura, harga eceran beras terbaru 2024 sekitar Rp6.000 - Rp12 ribu per kilogram. Bahkan, untuk harga grosir bahkan lebih murah lagi. Harga eceran beras di Malaysia tercatat sebesar antara US$0,40 (MYR 1,83) dan US$ 0,64 (MYR 2,92) per kg atau Rp6.240 - Rp9.984 per kg (asumsi kurs Rp15.600 per dolar AS).
Untuk harga grosir beras Malaysia tercatat sekitar US$0,28 - US$0,45 per kg atau Rp4.368 - Rp7.020 per kg. Sementara, di Singapura harga beras tercatat sebesar US$0,79 (SGD 1,06) per kg atau Rp12.324 per kg dan di grosir sebesar US$0,55 (SGD 0,48) atau Rp8.580 per kg.
Dan, yang pasti, perlu segera ada solusi campur tangan konkrit pemerintah mengendalikan harga beras agar para ibu-ibu di banyak daerah tak lagi mengantri beras ber jam-jam. Tentuya, harga beras yang semakin mahal, tak cukup dengan sentilan slogan “dijogetin saja”. Tapi, butuh penyelesaian konkrit.
(*Penulis Aktivis 98, Eko Okta)