Aartreya – Aktivis Serikat Nasionalis Demokrasi Gerakan Anti Ditipu (Sendok Garpu), Rully Lestari lontarkan kritik keras soal ajuan cuti Rena Da Frina mengikuti Pilwalkot Bogor. Diketahui, mantan Kepala Dinas PUPR tersebut telah mengajukan Cuti Luar Tanggungan Negara (CTLN) sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) kepada Pj Wali Kota Bogor pada tanggal 24 Juli 2024 lalu.
“Kami, Sendok Garpu mendesak Rena Da Farina, eks Ketua PUPR Kota Bogor mundur dari ASN jika ingin mengikuti pilkada. Bukan sekedar mengajukan cuti. Sebab, jika hanya cuti, nantinya jika batal menjadi paslon di Pilkada Kota Bogor, memungkinkan yang bersangkutan kembali lagi sebagai ASN,” kata Ketua Sendok Garpu, Rully Lestari atau yang akrab disapa Luna yang bertempat tinggal di Mulyaharja, Kota Bogor, pada Minggu (4/8/2024).
Dia menyebut, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Tahun 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf t UU Nomor 10 Tahun 2016 dan Pasal 4 ayat (1) huruf u PKPU Nomor 18 Tahun 2019 dijelaskan, ASN yang mencalonkan di Pilkada harus mengundurkan diri.
“Memang, dalam aturan, ketika pendaftaran harus ada pernyataan mengundurkan diri, tetapi surat itu kan berproses karena harus ada persetujuan pimpinan bersangkutan. Selain itu, jika sekedar cuti, predikatnya kan masih ASN. Sementara, ASN kan semestinya harus netral, tak boleh berpihak, tak boleh berpolitik. Kalau dalam status cuti, artinya kan dia masih ASN. Jadi, semestinya Rena Da Frina, harus mundur dari ASN. Atau diberhentikan dari ASN!,” tandasnya.
Netralitas ASN, lanjutnya, menurut ketentuan harus dijaga di media sosial sepanjang tahapan pemilu, diatur dalam Surat Keputusan Besar (SKB) Nomor 2 tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.
Dia juga menambahkan, ada tiga undang-undang yang menyebutkan kalau ASN harus bersikap netral pada pemilu, di antaranya UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum, serta UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
“Di dalam SKB itu, berisi larangan ASN membuat unggahan, mengomentari, membagikan (share), menyukai (like), hingga bergabung atau follow akun atau grup kampanye pemenangan peserta pemilu. SKB itu ditandatangani lima kementerian/lembaga, yakni Kemendagri, Bawaslu, KemenPAN-RB, KASN, dan BKN lho. Nah, kalau Rena saat ini cuti, dia kan masih berpredikat ASN. Kan ASN tak boleh berpolitik? Mundur dong!,” tandasnya.
Sejawatnya di Sendok Garpu, Sanda Aprili juga menambahkan, majunya Rena Da Frina di Pilkada Kota Bogor sangat terbaca jelas diduga sebagai bonekanya Bima Arya, mantan Walikota Bogor.
“Saat ini sudah jelas, hampir semua cakada sudah mengantongi surat tugas yang nantinya menjadi rekom partai sebagai syarat 20 persen dengan parameter parpol yang memiliki kursi di DPRD Kota Bogor. Pertanyaannya, parpol mana yang dukung Rena? Sebab, diketahui semua parpol di DPRD Kota Bogor sudah mengaluarkan surat tugas kepada bacakadanya,” tukasnya.
Ia merinci, Bacakada Dedy Rachim sudah mendapat surat tugas parpol yang memiliki kursi di DPRD Kota Bogor yakni PAN, Demokrat, PPP dan PSI. Selanjutnya, Rayendra, PDI Perjuangan, PKB dan PPP. Atang Trisnanto, PKS. Kemudian, Sendi Ferdiansyah, NasDem dan PPP. Jenal Mutaqin, Gerindra. Dan, Rusli Prihatevy, Golkar.
“Nah, artinya, semua parpol di DPRD Kota Bogor sudah semuanya mengeluarkan surat tugas. Lalu, Rena Da Frina akan didukung parpol mana? Dugaan Rena ini merupakan ‘boneka’ Bima Arya jadi makin menguatkan. Munculnya mendadak. Jika nanti dipasangkan bacakada yang sudah merajut koalisi parpol, artinya Rena ini mengemban peran memecah koalisi? Harusnya Rena ini maju sebagai bacakada dari jalur independent karena belum ada parpol yang mendukungnya dengan memberi surat tugas. Mundur dong dari ASN. Mau nyawalkot kok enggak niat,” sentilnya. (Nesto)