Nyusahin Rakyat!, Kader Banteng Nilai Kebijakan Beli Gas ke Agen Resmi Malah harus Keluar Kocek Naik Ojek

53
Dari kiri ke kanan : Reka Listiana, Horas Sitorus dan Zuhrotusadiah

Aartreya – Antrian warga didominasi kaum ibu membawa gas elpiji ukuran 3 kg terlihat di banyak tempat di Kota Bogor, Senin (3/2/2025). Pantauan Aartreya, diantaranya di Gang Emad, Jalan Kapten Yusuf, Kecamatan Bogor Selatan, juga dilingkungan Kebun Raya Residence (KRR) Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.         

Warga terlihat harus mengantri panjang untuk mendapatkan gas 3 kg yang kini tidak lagi dijual di warung atau pengecer. Kelangkaan gas 3kg ini membuat warga merasa kesulitan. Mereka harus menghabiskan waktu yang cukup lama hanya untuk mendapatkan satu tabung gas.

Sementara, di sepanjang Jalan Raya Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, beberapa usaha kuliner gunakan gerobak dorong seperti ayam melayu, ayam geprek, ayam panggang hingga nasi goreng terlihat tutup yang diduga terkendala mendapatkan gas 3 kg.  

Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Menanggapi kebijakan baru harus membeli gas di penyalur resmi, kader PDI Perjuangan Kota Bogor pun angkat bicara.  

“Saya sangat menyayangkan, menyesali dan jengkel dengan kebijakan baru harus beli gas 3 kg di penyalur resmi dari semula membeli di warung. Fenomena ini harusnya tidak terjadi. Karena, gas 3 kilogram jadi kebutuhan vital masyarakat kecil memasak dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya,” kata kader banteng yang berdomisili di Kecamatan Bogor Utara, Horas Sitorus kepada media online ini.    

Menurutnya, kebiasaan sehari-hari jual beli gas 3 kg antara masyarakat dengan warung terdekat sebagai pengecer idealnya tak harus diubah dengan dalih produk kebijakan pro rakyat.

“Soal masyarakat beli gas 3 kg di warung dengan harga lebih mahal Rp3000 dibanding di penyalur resmi, selama ini tak ada warga yang protes atau mengaku dirugikan. Kan wajar, pedagang warung kecil mengambil untung kecil. Apa bedanya, minyak goreng yang harganya naik, cabai yang sekarang harganya meroket, itu saja harganya sudah berbeda dengan penyalur resmi. Kenapa tak ditertibkan?,” tandas pria yang kerap disapa AA Torus.

Ungkapan kesal juga dilontarkan Reka Listiana yang berdomisili di Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat.    

“Saat ini, gas 3 kg langka dan hilang di warung. Ini jelas terstruktur, sistematis dan massif berdampak keresahan masyarakat. Kenapa gas yang kita pakai sehari hari saja sudah mulai langka dan harus antri pakai KTP untuk membeli di penyalur resmi, jadi seperti mau pinjam uang ke pinjol. Kan lebih baik dan membuat nyaman warga beli di warung terdekat,” tukasnya.

Reka melanjutkan, kebijakan ini diberlakukan secara tiba-tiba sehingga masyarakat kaget dan kesulitan mendapatkan tabung gas 3 kg.

“Ini serba mendadak, tidak ada sosialisasi dulu. Apakah pemerintah hingga pemerintah daerah sebelumnya pernah minta pendapat kepada rakyat soal penarikan gas dari warung eceran penjual gas? Kan tidak! Jelas kita kaget begini, mestinya ada sosialisasi dulu harusnya. Ini mah nyusahin rakyat,” ucapnya.

Hal yang sama juga dikeluhkan oleh kader banteng bertempat tinggal di Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Zuhrotusadiah.  

“Kebetulan saya membuka warung. Di tempat saya, sudah 4 hari lalu gas 3 kg ditarik. Warga yang mau beli balik lagi karena warung saya tak lagi menjual gas. Kebijakan menjual gas di penyalur resmi menurut saya jelas membuat masyarakat menderita,” tutur Zuhrotusadiah.

Bayangkan, sambungnya, jika warga Lemahduhur atau Lembursawah yang harus menempuh jarak sekitar 2 km ke agen penjual gas di SPBU BNR, tentunya sangat jauh.

“Mereka harus gunakan ojek karena tidak ada angkot. Sedangkan, tarip ojek bolak balik kisaran Rp20 ribu. Nah, kalau hanya beli gas satu tabung, kan harus merogoh kocek sekitar Rp35 ribu. Kan jadi lebih mahal disbanding sebelumnya beli gas 3 kg di warung eceran. Hadeuh, ga jelas ini yang buat kebijakan!,” tuntas Diah.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengumumkan pemerintah menerapkan pelarangan penjualan gas LPG 3 kilogram ke pengecer per 1 Februari 2025. Pemerintah hanya menjual gas ke agen resmi PT Pertamina karena menerima laporan dugaan permainan dalam penyaluran gas LPG 3 kg.

"Laporan yang masuk ke kami itu kan ada yang memainkan harga. Ini jujur aja. Harganya itu kan ke rakyat itu seharusnya tidak lebih dari Rp5.000-Rp6.000. Negara itu mensubsidi. Harga real-nya itu per kilogram itu negara mensubsidi sekitar Rp12.000, kurang lebih per kilogram,” ungkap Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Senin (3/2/2025). (Eko Okta)      

SHARE

KOMENTAR