Cebong-Kampret dan Propaganda Firehose of Falsehood Mungkinkah Berulang? Ini Pendapat Aktivis 98 dari Dua Parpol Berbeda

368
Saefullah - Eko Octa

Aartreya - Fenomena Cebong dan Kampret diprediksi bukan tak mungkin bakal hadir kembali mewarnai kontestasi pemilihan presiden 2024 mendatang. Analisa itu disampaikan aktivis 98, eks Forkot, Syaifullah.   

“Pemilu 2019 menjadi fase penting dalam penggumpalan polarisasi politik, yang melahirkan dua kubu dominan dan kerap diistilahkan sebutan Cebong dan Kampret. Kemungkinan, ini akan berlanjut,” kata pria yang juga Sekretaris DPC Hanura Kota Bogor yang menyampaikan analisa tersebut atasnama pribadi, tidak mewakili partainya, pada Sabtu (29/4/2023).      

Namun, berlanjut tidaknya kisah Cebong dan Kampret di 2024 mendatang, sebutnya, tergantung pada jumlah pasangan calon presiden yang berkontestasi. Jika hanya dua paslon di pilres berpotensi terjadi, tapi jika tiga paslon tidak terjadi. Selain itu,   konfigurasi koalisi parpol yang mendukungnya dan aktivitas kelompok-kelompok relawan yang terbentuk juga berpengaruh.

“Jika relawannya merupakan golongan nasionalis, tentu cerita Cebong-Kampret tak akan berulang menjadi serial kelanjutan. Tapi, jika sebaliknya, kemungkinan bisa terjadi. Itu juga jika paslon capres cawapres ada dua pasang. Tapi, jika tiga pasang, kemungkinan hal itu tak akan berulang. Dan, kita berharap tak lagi terjadi hanya karena kontestasi pemilu, karena bagaimanapun juga kita bersaudara,” imbuh politisi sekaligus aktivis Pena 98 yang akrab dipanggil Apul.

Terpisah, aktivis 98 dari partai politik berbeda, Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bogor yang membidangi politik, Eko Octa yang juga mengatakan pendapatnya merupakan pernyataan pribadi menyampaikan, soal tuding menuding Cebong Kampret sebagaimana yang terjadi di Pilpres 2019 diharapkan tak lagi terjadi.

“Karena, partai pendukung Jokowi saat ini menyebar di tiga capres, seperti Ganjar, Prabowo dan Anies. Itu juga termasuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang diprediksi pecah kongsi, ada yang di Ganjar, ada yang nantinya mungkin di Prabowo. Jadi, kemungkinan Cebong Kampret tak lagi berseri, begitu juga politik identitas. Karena, dihuni partai nasionalis. Harapannya demikian,” tukasnya.

Hanya, sambung Eko, kekhawatiran menebar kebencian melalui medsos dengan teknik propaganda Rusia yang disebut Firehose of Falsehood atau Operasi Semburan Fitnah sebagaimana yang pernah terjadi di Pilpres 2019, bukan tak mungkin akan berulang.    

“Firehose of Falsehood ini pernah digunakan dalam Pilpres Amerika Serikat 2016 antara Donald Trump melawan Hillary Clinton. Di masa kampanye Pilpres 2019, gejala operasi semburan fitnah dirasakan calon presiden nomor urut 01 Jokowi dan meresahkan. Semoga, cara berpolitik seperti ini harus diakhiri. Karena, jika tidak, fitnah, hoaks, akan gentayangan. Dan, ini harus dicermati dan dicampurtangani pihak berwajib untuk melakukan antispasi,” tuntasnya.  

(Nesto)

SHARE

KOMENTAR