Aartreya – Jika saat ini penduduk Indonesia mencapai 285,1 juta, maka sebanyak 194,58 juta orang miskin di Indonesia pada tahun ini. Demikian dilaporkan Bank Dunia atau World Bank terkait tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 68,25% dari populasi pada 2024, berdasarkan laporan terbaru per Juni 2025.
Tingkat kemiskinan di Indonesia melonjak seiring langkah Bank Dunia mengubah garis kemiskinan, sebagaimana termaktub dalam June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform.
Menukil metrotvnews.com, Bank Dunia resmi mengubah standar garis kemiskinan global dengan meninggalkan purchasing power parity (PPP) 2017 dan saat ini menggunakan PPP 2021. Pergantian terjadi merata di tiga garis kemiskinan. Pertama, standar tingkat kemiskinan ekstrem sebesar USD2,15 per kapita per hari naik menjadi USD3 per kapita per hari.
Kedua, revisi pada tingkat kemiskinan lower middle income country (LMIC) yang awalnya dipatok USD3,65 per kapita per hari diubah menjadi USD4,20 per kapita per hari.
Ketiga, perubahan garis kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah atas alias upper middle income country (UMIC), yakni dari yang sebelumnya hanya USD6,85 menjadi USD8,30 per kapita per hari.
"Penerapan PPP 2021 berimplikasi pada revisi garis kemiskinan global," kata Bank Dunia dalam laporan yang mereka rilis, Rabu (11/6/2025). Dengan perubahan ini, jumlah kemiskinan di dunia langsung melesat, tak terkecuali bagi Indonesia.
Sebagai pembanding, pada April 2025 lalu, saat Bank Dunia melalui Macro Poverty Outlook masih menggunakan USD PPP 2017 untuk menghitung kemiskinan setiap negara. Saat itu, sebanyak 171,8 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.
Sedangkan total populasi Indonesia pada 2024 mencapai 285,1 juta penduduk. Dengan kata lain, Bank Dunia mencatat ada 60,3 persen rakyat miskin di Indonesia berdasarkan acuan PPP 2017.
Oleh karena itu, setelah standar yang baru diterapkan angka kemiskinan di Indonesia semakin membesar. Dengan garis kemiskinan baru untuk negara berpendapatan menengah atas sebesar USD8,30 per kapita per hari, otomatis penduduk miskin di Indonesia tembus 68,25 persen dari total populasi 2024. Dengan kata lain, jika penduduk Indonesia mencapai 285,1 juta, maka ada sebanyak 194,58 juta orang miskin di Indonesia pada tahun ini.
Standar Garis Kemiskinan Baru Bank Dunia 2025
Melansir binis.com, usai pengadopsian PPP 2021, Bank Dunia mengungkapkan kini garis kemiskinan internasional menjadi US$3 per orang per hari, naik dari sebelumnya US$2,15 berdasarkan perhitungan PPP 2017.
Selanjutnya garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah bawah menjadi US$4,20 per orang per hari (dari US$3,65); dan garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah atas menjadi US$8,30 per orang per hari (dari US$6,85).
Adapun saat ini Bank Dunia mengategorikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas sejak 2023 setelah mencapai gross national income (GNI) atau pendapatan nasional bruto sebesar US$4.580 per kapita.
Kini berdasarkan data Poverty and Inequality Platform Bank Dunia, jika menggunakan perhitungan PPP 2021 yang mana garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas sebesar US$8,30, maka persentase penduduk miskin di Indonesia melonjak ke 68,2% dari total populasi pada 2024.
Adapun jumlah penduduk Indonesia sebanyak 285,1 juta berdasarkan Susenas 2024 Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan demikian berdasarkan standar Bank Dunia, 68,2% penduduk miskin Indonesia setara dengan 194,4 juta orang atau sekitar setiap 3 orang penduduk Indonesia, 2 orang di antaranya miskin.
Garis Kemiskinan versi BPS
Di Indonesia, garis kemiskinan mengacu kepada survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Lembaga negara itu tidak menggunakan standar kemiskinan Bank Dunia dalam mencatat garis kemiskinan nasional.
Oleh sebab itu, jumlah penduduk miskin versi BPS jauh lebih rendah daripada versi Bank Dunia yakni menjadi 24,06 juta orang atau setara 8,57% dari total populasi per September 2024. BPS menjelaskan bahwa garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia merupakan median atau nilai tengah dari garis kemiskinan nasional 37 negara berpendapatan menengah-atas.
Oleh sebab itu, BPS menyatakan garis kemiskinan Bank Dunia lebih cocok digunakan sebagai perbandingan antarnegara bukan untuk mengukur kebutuhan dasar masyarakat Indonesia. BPS pun merancang sendiri garis kemiskinan nasional yang dirasa cocok untuk mengukur standar hidup masyarakat Indonesia
Dalam menghitung kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tersebut dibagi menjadi dua kategori: komoditi makanan dan komoditi bukan makanan. Untuk makanan, BPS memakai standar kebutuhan gizi versi Kementerian Kesehatan yaitu minimum 2.100 kilokalori (kkal) per kapita per hari.
BPS pun menggunakan 52 jenis komoditi makanan untuk menentukan kebutuhan 2.100 kkal tersebut seperti beras, kue basah, hingga rokok kretek filter. Untuk bukan makanan, BPS menggunakan 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan yang dirasa diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti perumahan, listrik, hingga pajak kendaraan motor.
BPS pun mengkalkulasi garis kemiskinan sesuai nilai pengeluaran masyarakat untuk membeli komoditi-komoditi makanan dan bukan makanan tersebut. Kalkulasi garis kemiskinan tersebut dilakukan lewat Susenas yang diadakan dua kali dalam setahun yaitu pada Maret dan September. Hasilnya, berdasarkan Susenas September 2024, didapati ambang batas garis kemiskinan nasional senilai Rp595.243 per orang per bulan.
Pada saat yang sama, BPS mencatat rata-rata satu rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 anggota rumah tangga sehingga garis kemiskinan nasional sebesar Rp2.803.590 per rumah tangga miskin per bulan. (*)
Sumber : metrotvnews.com/bisnis.com