Aartreya – Beredar kabar, Gerakan Mahasiswa Bogor (GMB) akan menggelar unjuk rasa di tiga lokasi yakni Kantor PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang), Balaikota dan Kejaksaan Negeri Bogor, dengan titik kumpul Universitas Ibnu Khaldun (UIKa) pada Selasa (1/10/2024).
Unjuk rasa yang dimulai pukul 10.00 WIB dengan koordinator aksi Gerhana Bulan tersebut menyoal proyek Jembatan Otista dan proyek lainnya. Demonstrasi mahasiswa tersebut akan menggunakan mobil komando dan disebut-sebut melibatkan massa aksi 200 orang. Menanggapi hal tersebut, mantan aktivis mahasiswa 98 Syaifullah alias Apul menyampaikan, gelaran unras sah-sah saja di era demokrasi saat ini.
“Soal demonstrasi, boleh-boleh saja, di alam demokrasi. Tidak ada larangan. Mahasiswa memang harus kritis. Namun, yang harus diwaspadai dan diantisipasi jangan sampai nantinya ada aktor intelektual yang bermain dengan tujuan menggoreng lawan politik di musim pilkada ini. Saya percaya, adik-adik mahasiswa bisa menghindari hal itu dan sudah dewasa berdemokrasi,” tukas mantan aktivis Forkot, Apul.
Dia melanjutkan, terkait proyek jembatan Otista memang ada pemanggilan sejumlah pejabat terkait proyek pembangunan Jembatan Otista untuk diminta keterangan melalui surat Nomor: B-77/M.2.5.1/Fd.1/09/2024 dari Kejati Jabar tertanggal 20 September 2024.
“Idealnya, adik-adik mahasiswa akan lebih baik mengetahui lebh dulu terkait surat tersebut, siapa saja yang dipanggil. Beberapa pihak yang dipanggil dalam surat tersebut setahu saya antara lain Sekretaris Dinas PUPR Kota Bogor, konsultan pengawas proyek, tim penilai pekerjaan penggantian jembatan, pejabat panitia pengadaan, serta bendahara dan PPTK yang bertanggung jawab dalam proyek penggantian Jembatan Otista pada tahun anggaran 2023,” imbuhnya.
“Jadi, jangan sampai soal proyek Jembatan Otista ini digoreng menjelekan siapapun sehingga nantinya menjadi ‘kampanye negatif’ atau bahkan juga ‘kampanye hitam’, maklumlah saat ini musim pilkada. Jika isunya menggoreng, pasti diduga ada pihak yang akan mengambil keuntungan politis nantinya. Saya percaya, adik-adik mahasiswa sudah matang dan cerdas,” tutur Apul.
Pria yang pernah menjadi aktivis Front Pemuda Penegak Hak Rakyat (FPPHR) ini juga mengingatkan, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sudah menerbitkan Instruksi Jaksa Agung (InsJA) No.6 Tahun 2023. Intruksi tersebut tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam Mendukung dan Mensukseskan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024 sebagai langkah antisipasi dipergunakannya hukum sebagai alat politik praktis.
“Dalam InsJA itu disebutkan Kejagung menunda proses hukum yang dilakukan pada tahap penyelidikan maupun penyidikan terhadap penanganan laporan agar tidak dimanfatkan pihak paslon lain di pilkada dan tak jadi pembunuhan karakter. Karena, pihak Kejagung dalam InsJA itu berpandangan proses penyelidikan mapun penyidikan berpotensi digoreng dalam persaingan politik dalam kontestasi pilkada. Artinya, jangan sampai hukum jadi alat politik. Tapi, hukum harus jadi penegakan keadilan,” tuntasnya. (Nesto)