Cici Mintarsih : Beli Gas ke Pangkalan Sengsarakan Rakyat dari Sabang Sampai Merauke, ini Kebijakan Ngawur!

56
Cici Mintasih, SPd, MSc

Aartreya – Terhitung mulai Sabtu, 1 Februari 2025, liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji subsidi 3 kilogram tidak lagi dijual di pengecer. Masyarakat hanya bisa membelinya di pangkalan resmi Pertamina dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan.

Aktivis 98 Front Pemuda Penegak Hak Rakyat (FPPHR) Cici Mintarsih angkat bicara. Ia menyesalkan kebijakan yang disebutnya membuat sengsara berjamaah masyarakat dari Sabang sampai Merauke.

“Saat ini pemerintah membuat kebijakan baru, larangan membeli di warung dan harus beli di pengecer resmi, iu pun harus tunjukan KTP terlebih dahulu. Sementara, jauh hari sebelumnya pemerintah tidak membentuk atau menyediakan pangkalan baru terlebih dahulu atau memberikan kesempatan pengecer menjadi pangkalan resmi. Ini kebijakan gila!,” kata Cici Mintarsih keras kepada media online ini, Senin (3/2/2025).

Dia berujar, kebijakan ini membuat kalangan usaha kecil kuliner menderita.

“Bayangkan, pedagang makanan kecil, seperti warung tentu akan krepotan harus ngantri terlebih dahulu. Begitupun rumah tangga ekonomi pas-pasan, mereka tentunya terbebani dan terpaksa harus membeli tabungan gas kosong cadangan untuk persiapan jika gas habis. Sekarang saaj harga gas kosong senilai Rp195 ribu,” kesalnya.

Wanita yang berprofesi sebagai tenaga pendidik di sekolah swasta sekaligus pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bogor ini mengaku banyak menerima keluhan kaum ibu soal gas mendadak kosong di warung dan terpaksa harus ngantri beli di pangkalan gas resmi.

“Belum lama ini banyak yang mengeuh ke saya, para tetangga. Mereka sampaikan, kesulitan mendapatkan LPG 3 kg sejak aturan tersebut diterapkan. Dan, mereka para ibu rumah tangga harus berkeliling mencari penyakur gas resmi, ada yang naik angkot dan nyeewa ojek karena nggak tahu lokasi pangkalan. Pas ketemu pangkalan, ternyata gasnya kosong. Udah pakai KTP pun tetap nggak dapat. Hadeuh semprul sekal," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa meski sebelumnya harga gas di pengecer lebih tinggi, yaitu sekitar Rp25 ribu per tabung, setidaknya LPG mudah didapatkan kapan saja di warung-warung kecil. Namun kini, waktu yang seharusnya digunakan untuk berjualan habis hanya untuk mencari LPG di pangkalan yang jumlahnya terbatas dan lokasinya sulit dijangkau.

“Sekarang, masyarakat beli bensin eceran, mereka nikmati walau harga lebih mahal sedikit dari harga resmi. Beli rokok di warung pun lebih mahal dari harga banderol. Begitu juga bila beli beras di warung, tentunya ada yang lebih  mahal sedikit dari harga resmi. Nah, apa bedanya dengan masyarakat harus beli gas 3 kilogram? Apa semua kebutuhan masyarakat harus sama dengan harga resmi pemerintah?,” tandas Cici.

Dia berucap, kebijakan yang berdalih menolong masyarakat dengan membeli harga gas murah di pangkalan resmi, dibanding di warung ternyata malah bikin gaduh masyarakat se Indonesia.

“Kebijakan yang membuat gaduh masyarakat se Indonesia, orang harus beli gas ke pangkalan. Apa pemerintah berpikir jarak ke pangkalan ada yang jauh, jumlah pangkalan gas masih sedikit? Jika warga harus ngantri membeli dan keluar ongkos buat naik angkot, itu kan artinya lebih mahal dan lebih menderita dibanding beli di warung terdekat. Kebijakan soal gas 3 kilogram ini harus diprotes, kalau perlu turun ke jalan didemo ramai-ramai!,” tuntasnya. (Eko Okta)      

SHARE

KOMENTAR