Bandung, Jejak Saksi Bisu Bung Karno

18

Aku kembali ke Bandung, kepada cintaku yang sesungguhnya. Demikian yang pernah disampaikan Proklamator RI, Ir Soekarno. Pernyataan ini popular. Karena, jejak perjuangan Soekarno melawan pendudukan penjajahan Belanda di Bandung menjadi bagian jalan hidupnya.  

Sebagaimana diketahui, Soekarno adalah Presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat pada kurun waktu 1945–1967. Ia adalah seorang tokoh perjuangan yang berperan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari pengaruh kolonialisme Belanda.

Di Bandung, banyak tempat yang menjadi saksi bisu sejarah perjalanan Bung Karno yang di bulan Juni ini disebut Bulan Bung Karno karena pada 1 Juni ini, dikenali sebagai Hari Pancasila yang digali Bung Karno dan hari lahir dan wafatnya, pada 6 dan 21 Juni.   

Di Kota Kembang atau Paris Van Java ini, Bung Karno usai menyelesaikan pendidikan di Hooge Burgelijke School Surabaya, melanjutkan pendidikan di Technische Hoogeschool te Bandoeng, kini Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai mahasiswa tahun akademik ke-2, dari 2 Juli 1921—1 Juli 1922. Di rumah Haji Sanusi, pengurus Sarekat Islam Bandung, sahabat mertuanya, Soekarno indekost semasa menjadi mahasiswa.

Soekarno memilih tak melanjutkan pendidikan di luar negeri karena kondisi ekonomi orangtuanya dan memilih Technische Hoogeschool de  Bandoeng. Kuliahnya dituntaskan pada 1926 sebagai insinyur sipil dengan 19 mahasiswa lainnya. Soekarno merupakan satu dari empat insinyur sipil pribumi pertama.

Salah satu teori politik yang dikenalkan Soekarno yakni Marhaenisme. Ideologi marhaenisme lahir saat Soekarno berusia 20 tahun dan menempuh kuliah di Kota Bandung. Ideologi yang dikembangkan oleh Soekarno, sebagai bentuk perjuangan melawan penindasan dan penganiayaan. Tujuannya, mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur melalui kemerdekaan nasional. Ideologi ini menekankan persatuan nasional, budaya, ekonomi kolektif, dan hak-hak demokrasi, serta mengutuk liberalisme dan individualisme.

Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams, Marhaenisme merupakan nama petani bernama Marhaen di Bandung.

Penjara Banceuy

Mengutip yang pernah ditulis M Sufyan di liputan6.com, pada 29 Desember 1929, Soekarno bersama Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepraja, ketiganya tokoh PNI ditangkap di Yogyakarta dan kemudian dijebloskan ke penjara Banceuy selama kurang lebih 8 bulan. Penjara Banceuy dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1877.

Gedung Indonesia Menggugat (Landraard)

Pada persidangan 18 Agustus hingga 22 Desember 1930, dikenal peristiwa monumental bertempat di bangunan yang kini dinamau Gedung Indonesia Menggugat, sesuai dengan judul pledoi yang ditulis Bung Karno. Pledoi yang dibacakan Bung Karno disusun di Penjara Banceuy.

Sel Bung Karno di Lapas Sukamiskin

Selanjutnya, Bung Karno kembali menjalani masa tahanan sejak Desember 1930 hingga Desember 1931. Singa Podium ini ditempatkan di Lapas Sukamiskin tempat dimana Bung Karno menjalani masa tahanan setelah putusan pengadilan di Gedung Indonesia Menggugat. Kala itu, Belanda memvonis Bung Karno bersalah.

Soekarno menempati sel nomor 223 yang terletak di Blok Timur Lantai II tersebut. Di dalam sel berukuran 2.5×3.2 meter tersebut masih tersimpan tempat tidur beralaskan besi, sebuah meja tulis, lemari dan kursi kayu, serta tempat cuci tangan yang digunakan Bung Karno.

Gedung Merdeka

Di gedung yang hanya berjarak 50 meter dari Alun-alun Bandung ini, pernah digelar Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955 di mana Bung Karno sebagao pengagasnya. Setelah digelarnya (KAA), nama Indonesia semakin besar di mata dunia. Apalagi KAA yang menghasilkan Dasasila Bandung merupakan cikal bakal gerakan non-blok. Kini sejarah KAA bisa dilihat di Museum KAA yang berada di sebelah Gedung Merdeka. Di museum KAA, semua perjalanan konferensi terdokumentasikan dengan baik. (*)

 

Penulis : Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bogor / Waket DPRD Kota Bogor, Dadang Iskandar Danubrata, SE, MM

SHARE

KOMENTAR