Museum Perjuangan Bogor di Jalan Merdeka, Kota Bogor, merupakan tempat bersejarah yang menyimpan cerita beberapa tokoh kemerdekaan. Dan, di museum tersebut, terdapat beberapa peninggalan koleksi pemiliknya serta menceritakan tentang sejarah kenapa sang tokoh diabadikan lengkap dengan seluruh benda-benda yang menjadi peninggalannya.
Namun, ironisnya, dari tahun ke tahun Musem Perjuangan Bogor ini nyaris terlupakan. Saksi perjalanan sejarah ini seolah lesu darah, karena tak pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah daerah. Buntutnya, tunggakan pembayaran listrik, air, tidak adanya dukungan untuk pemeliharaan gedung juga benda-benda sejarah, hingga pegawai tak bergaji, menjadi cerita tersisa dari waktu ke waktu yang tak pernah ada solusi.
“Dari tahun ke tahun, tidak pernah ada bantuan untuk museum. Bahkan, dalam dua setengah tahun terkini (Museum Perjuangan Bogor. red) ini tak pernah ada pemasukan, karena tidak ada pengunjung saat pandemic Covid-19 merebak,” kata pengurus Museum Perjuangan Bogor, Ben usai deklarasi komunitas perjuangan bersama sejumlah organisai masyarakat, Minggu (7/8/2022).
Pengurus museum tersebut berharap, Dinas Pendidikan (Disdik) atau Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kota Bogor bisa mengeluarkan imbauan agar siswa sekolah atau masyarakat umum bisa kembali berkunjung .
“Idealnya, Disdik atau Disparbud mengeluarkan surat edaran agar pengunjung kembali datang ke museum,” tuturnya.
Selama ini, sambungnya, dukungan pembiayaan museum perjuangan nihil dari pemerintah daerah.
“Ya akhirnya kita bersiasat dengan cara halal, untuk perawatan museum dan isinya. Juga, untuk lakukan upaya memberi honor pegawai. Meski saat ini ada legislative atau eksekutif, tapi faktanya, dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun, museum ini tidak ada dukungan bantuan. Kalau kami harus mengajukan proposal kami menolak. Biarlah itu datang dari niat baik pemda. Jika tak ada niat baik, ya biar saja. Kita masih bisa lakukan usaha,” ucap Ben dengan nada putus asa.
Pada kesempatan itu, aktivis penggiat buadaya Maung Bodas, Suryana juga menyesalkan pemerintah daerah serta wakil rakyatnya yang terkesan cuek dengan museum.
“Jika Bung Karno pernah menyampaikan Jas Merah yang berarti ‘Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah’, mestinya pejabatnya, kepala daerahnya, serta wakil rakyatnya terundang inisiatifnya menjaga dan memelihara dengan camnpur tangan menghidupkan museum. Karena, museum ini merupakan saksi sejarah,” tandas Suryana.
Pria yang kini sudah berusia kepala tujuh ini menyayangkan, pemerintah daerah yang dikomandani Bima Arya Sugiarto terkesan mengabaikan nilai-nilai sejarah.
“Hal itu terbukti juga dengan meniadakannya patung perjuang Kapten Muslihat di Jalan Kapten Muslihat. Jadi, pengabaian Pemkot Bogor terhadap nilai sejarah itu bukan hanya museum, tapi juga patung Kapten Muslihat. Dan, kami bersama beberapa organisasi akan kembali mendesak agar patung tersebut dikembalikan di tempat semula,” tuturnya.
“Kenapa ada patung dan nama Kapten Muslihat, karena dulunya Kapten Muslihat berjuang dan tumbang di sekitar Taman Topi dan Jembatan Merah. Beliau berjuang dengan jiwa raganya meski usianya masih muda," imbuhnya.
Masih menurut Suryana, tentara memiliki andil besar dalam masa peperangan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Bahkan sampai titik darah penghabisan, para tentara tidak gentar hingga musuh terkalahkan.
“Nah, berbagai cerita ini masih tersimpan dengan baik dalam Museum Perjuangan Bogor di Jalan Merdeka. Di tempat tersebut, tersimpan rapi mulai dari peralatan perang yang tersimpan rapi, hingga berbagai diorama berbagai peperangan yang pernah terjadi di Bogor. Diorama tersebut menceritakan Pertempuran Bojong Kokosan, Pertempuran Maseng, hingga Pertempuran di Bantammer Weg alias Jalan Kapten Muslihat,” lanjutnya.
Tak hanya itu, masih menurut Suryana, ada beberapa benda istimewa yang tidak ada di museum lainnya, yaitu seragam tentara dan bendera Merah Putih yang bersimbah darah.
“Koleksi ini merupakan benda asli yang digunakan ketika peperangan sedang berlangsung. Bahkan bercak darah yang ada di seragam tentara, bisa terlihat dengan jelas hingga saat ini. Nah, jika Bima Arya selaku kepala daerah, atau kepala dinas terkait atau wakil rakyatnya cuek dengan benda-benda sejarah, bagaimana nasib museum kedepan? Bagaimana generasi saat ini bisa tahu sejarah pendahulu? Hadeuh!,” tuntas Suryana. (Eko Octa)