Aartreya - Presiden Kelima Republik Indonesia sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berharap proses sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) diliputi oleh keadilan dan kebenaran.
Melansir Kompas.com, dia menyampaikan sejumlah pokok pemikirannya sebagai bagian dari Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan untuk MK, di tengah proses sidang sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024 yang tengah berlangsung.
Dalam artikel opini yang dikutip dari Kompas.id, Selasa (9/4/2024), Megawati menulis rakyat Indonesia saat ini sedang menunggu keputusan para Hakim Konstitusi terkait perkara sengketa hasil Pilpres 2024. Dia berharap perkara itu diputus seadil-adilnya berlandaskan Pancasila.
"Bagi bangsa Indonesia, pentingnya keadilan dalam seluruh kehidupan bernegara tecermin dalam Pancasila. Sebab Pancasila lahir sebagai jawaban atas praktik hidup eksploitatif akibat kolonialisme dan imperialisme," tulis Megawati.
Menurut Megawati, hakim Mahkamah Konstitusi mesti bersikap negarawan karena bertanggung jawab terhadap terciptanya keadilan substantif dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara sebagai hal yang paling utama. Megawati menyatakan, keadilan dalam perspektif ideologis harus dijabarkan ke dalam supremasi hukum.
Budaya hukum, tertib hukum, institusionalisasi lembaga penegak hukum, dan keteladanan aparat penegak hukum menjadi satu kesatuan supremasi hukum.
"Sumpah presiden dan hakim Mahkamah Konstitusi menjadi bagian dari supremasi hukum. Namun, bagi hakim Mahkamah Konstitusi, sumpah dan tanggung jawabnya lebih mendalam dari sumpah presiden," lanjut Megawati.
Dalam tulisan opini itu Megawati juga menyampaikan presiden adalah pihak yang wajib bertanggung jawab mempraktikkan etika dalam bernegara.
"Presiden memegang kekuasaan atas negara dan pemerintahan yang sangat besar. Karena itulah penguasa eksekutif tertinggi tersebut dituntut standar dan tanggung jawab etikanya agar kewibawaan negara hukum tercipta," ucap Megawati.
Megawati juga menyatakan Presiden berdiri di atas semua golongan dan bertanggung jawab atas keselamatan seluruh bangsa dan negara.
"Segala kesan yang menunjukkan bahwa presiden memperjuangkan kepentingan sendiri atau keluarganya adalah fatal. Sebab presiden adalah milik semua rakyat Indonesia," ucap Megawati.
Megawati mengatakan, pengerahan aparatur negara dalam pemilihan umum (Pemilu) buat kepentingan pihak tertentu terjadi sejak 1971. Praktik itu, kata Megawati, berlangsung sampai 2024 yang menurutnya puncak evolusi kecurangan.
"Pilpres 2024 merupakan puncak evolusi hingga bisa dikategorikan sebagai kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM)," ujar Megawati. Megawati menyampaikan, dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 juga diwarnai dengan motif nepotisme yang mendorong penyalahgunaan kekuasaan Presiden.
"Nepotisme ini berbeda dengan zaman Presiden Soeharto sekalipun karena dilaksanakan melalui sistem pemilu ketika Presiden masih menjabat dan ada kepentingan subyektif bagi kerabatnya," kata Megawati. Megawati juga mengingatkan supaya para Hakim Konstitusi yang menangani sengketa hasil Pilpres 2024 selalu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
"Oleh karena itulah, belajar dari putusan Perkara Nomor 90 di Mahkamah Konstitusi yang sangat kontroversial, saya mendorong dengan segala hormat kepada hakim Mahkamah Konstitusi agar sadar dan insaf untuk tidak mengulangi hal tersebut," papar Megawati.
Sumber : Kompas.com/Kompas.id