Waket DPRD Jabar Ono Surono Tolak Rencana Gubernur KDM Anak Masuk Barak Militer

31
Ono Surono dan Dedi Mulyadi

Aartreya – Gegabah! Demikian respon Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono menanggapi rencana Dedi Mulyadi yang bakal mengirimkan siswa-siswa bermasalah ke barak militer untuk dibina. Semestinya, Dedi Mulyadi memaksimalkan lebih dulu instrumen Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebelum melibatkan TNI/Polri.

"Di mana setiap kebijakan harusnya dikomunikasikan, dibahas secara komprehensif. Jangan seperti pemangkasan anggaran, pencoretan anggaran kepada pondok pesantren dan masjid yang akhirnya viral, lalu seketika gubernur mengembalikan lagi anggaran itu," ujar Ono seperti dikutip dari Nusantara TV yang tayang, mengutip tribunnews pada Rabu (30/4/2025).

Selain itu, Ono melihat ada beberapa panti rehabilitasi untuk anak bermasalah di bawah Dinas Sosial Jawa Barat dalam kondisi memprihatinkan. Dedi Mulyadi semestinya memaksimalkan anggaran untuk memperbaiki panti-panti tersebut.

"Saya melihat misalnya ada beberapa panti di Cirebon, meliputi tanggung jawabnya di beberapa kabupaten dan satu semester dia hanya menerima 25 anak yang rawan sosial, nah ini sangat kecil sekali. Bagaimana memaksimalkan dulu instrumen yang ada di pemerintahan daerah terkait dengan masalah rehab," katanya.

Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat tersebut juga menilai bahwa Dedi harus melibatkan sejumlah pihak sebelum menerapkan kebijakan tersebut. Hal itu bertujuan agar ada tolak ukurnya dalam melihat keberhasilan dari program tersebut.

"Saya berharap sebelum itu dilakukan paling tidak ada ahli pendidikan yang diundang, KPAI yang diundang, DPRD diajak bicara, faktor yang bisa dikatakan berhasil atau tidak kan harus ada aturannya. Pada saat masuk ke barak militer dianggap berhasil kan harus ada ukurannya. Ukuran itu harus disepakati," jelasnya.

Ono pun secara blak-blakan menyebut penerapan pendidikan militer di barak bertepatan pada 2 Mei dalam menyambut Hari Pendidikan dinilai gegabah.

"Menurut saya, tidak bisa dalam waktu yang sangat singkat misalnya 2 Mei menyambut Hari Pendidikan ya, tiba-tiba dicari anak-anak nakal, tentaranya masuk ke sekolah-sekolah yang enggak bisa gitu juga. Jangan gegabah, masih ada jalan yang baik," ucapnya.

"Saran saya, harus dibicarakan secara komprehensif, aspek hukumnya harus jelas dan aspek-aspeknya harus jelas termasuk pembiayaan," pungkasnya.

Sementara itu, Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) beruara senada, tidak setuju dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim siswa nakal ke barak militer. Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro menyatakan bahwa hal tersebut dianggap melanggar hak anak.

Atnike pun memperingatkan bahwa mengirim siswa ke barak militer sebagai bentuk hukuman adalah bentuk penegakan hukum yang tidak sah. Terlebih, jika dilakukan kepada anak-anak di bawah umur yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum.

“Oh iya dong (keliru). Itu proses di luar hukum kalau tidak berdasarkan hukum pidana bagi anak di bawah umur,” tegasnya di kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).

Selain itu, TNI juga tidak mempunyai kewenangan untuk mendidik pelajar dalam bentuk 'wajib militer'.

“Itu bukan kewenangan TNI melakukan edukasi-edukasi civic education,” ujar Atnike.

Pelibatan TNI dalam kegiatan pendidikan hanya dapat dibenarkan jika bersifat mengenalkan profesi, seperti melalui kunjungan ke markas TNI atau lembaga publik lain. Namun, jika dilakukan dalam bentuk pendidikan militer, apalagi sebagai bentuk hukuman, maka hal itu keliru dan melanggar prinsip hak anak.

“Pendidikan karier ke markas TNI, rumah sakit, atau tempat kerja itu boleh saja. Tapi kalau dalam bentuk pendidikan militer, itu mungkin tidak tepat,” katanya.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi meluncurkan program wajib militer untuk pelajar pada Jumat, 2 Mei 2025 lalu. (*)

 

Sumber : tribunnews.com/nusantaratv/nesto

SHARE

KOMENTAR