Aartreya – Tim Pemenangan Banteng Balik Kandang (BBK) yang terdiri dari para kader lawas PDI Perjuangan Kota Bogor, Yuke Rudiatman dan Denny Yusuf mengapresiasi makan bersama atau ngaliwet dengan Cawalkot Rena Da Frina saat berkunjung ke sekretariat paslon cakada nomor 4, di Cikurai, Kota Bogor, pada Rabu (30/10/2024). Penuturan Denny dan Yuke, tradisi ngaliwet perlu terus digalakan ke depannya sebagai upaya mendekatkan tali batin.
Sebagaimana diketahui, ngaliwet yang berarti memasak nasi liwet berasal dari kata bahasa Sunda yang halus. Walaupun kata ini memiliki makna umum menanak nasi, ada hal yang khas dan unik dari ngaliwet. Kekhasan, tradisi budaya masyarakat Sunda yang bersifat turun-temurun kaya akan makna terkait dengan hubungan antarmanusia dalam masyarakat Sunda.
“Belakangan ini, ngaliwet sudah terasa jarang dan terkesan ditinggalkan. Banyak orang memilih jamuan ngopi bersama di café, atau makan bersama di restoran. Padahal, itu kurang baik dan tidak mendekatkan hati dengan sesama. Yang pas itu adalah ngaliwet, karena disitu ada hati saling bertemu dan ada terbangun rasa kedekatan,” kata Denny Yusuf kepada Aartreya.
Denny melanjutkan, jika kelak paslon Rena dan Teddy terpilih sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah di kota hujan, idealnya perlu membuat kebijakan menghapus pertemuan dengan jamuan makan di hotel.
“Akan lebih baik dengan ‘ngaliwet’, lesehan di lantai, dan makan bersama di atas alas daun pisang. Pesan moralnya adalah lebih merakyat, lebih mengedepankan keterbukaan, dan yang utama, tak ada yang sibuk main hape saat ngaliwet. Karena, tangan semua orang yang hadir ngaliwet tertuju dan memegang pada makanan,” imbuh Denny.
Sementara, Yuke Rudiatma yang duduk bersebelahan dengan Vayireh Sitohang saat menikmati sajian ngaliwet menyampaikan setuju jika nantinya makan bersama lesehan diatas alas daun pisang dijadikan gaya hidup merakyat Rena- Teddy.
“Saat Cawalkot Rena Da Frina menyajikan makan bersama dengan ngaliwet, saya sudah menangkap pesan kerakyatannya. Bahwa, kita tak boleh lupa dengan tradisi leluhur, makan bersama yang mendekatkan tali batin kita. Karena, para orangtua kita jaman dulu menjamu dengan sajian ngaliwet. Komunikasi terbangun tanpa jarak, dan membuat kita dekat tanpa sekat,” tukas Yuke, duduk bersebelahan dengan Vayireh Sitohang yang tengah menikmati santap nasi liwet dan ayam goreng.
Sajian ngaliwet, memang membuat komunikasi bertambah hangat dan ringan. Canda tawa dan saling menyapa, mewarnai makan bersama. Komunikasi yang terjadi bersifat informal. Ada keterbukaan isi perasaan walau biasanya disampaikan dengan gurauan.
“Perjumpaan dalam ngaliwet yang seperti ini jelas mempererat silaturahmi dan kekeluargaan. Hubungan baik orang-orang yang terlibat dalam ngaliwet menjadi terjaga. Komunikasi pun terasa ringan dan menyenangkan,” tuntas Yuke. (Eko Okta)