KOTA BOGOR – Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bogor, Dadang Iskandar Danubrata ternyata sejak kecil sangat mengidolakan Proklamator RI, Soekarno. Alasan itu juga yang melatarbelakanginya memilih partai besutan Megawati Soekarnoputri saat ia pertama kali mendapatkan hak politik pada usia 17 tahun.
Saat diwawancarai di salah satu rumah makan di Jalan Padjajaran, Kota Bogor, Selasa (8/6/2021) siang, kepada media online ini, ia menyampaikan PDI Perjuangan menjadi pilihan saluran politiknya untuk menjawab rasa rindunya kepada Bung Besar, Bung Karno.
“Yang pasti saya teringat waktu klas 4 SD, saat itu saya dibelikan buku oleh ayah saya yang berjudul "Putra Sang Fajar". Ternyata buku itu bercerita tentang lahirnya Bung Karno yang juga disebut putra sang fajar. Karena, dilahirkan saat fajar menyingsing,” tukasnya sembari menikmati kopi hangat.
Kata politisi yang kini menjabat Wakil Ketua DPRD Kota Bogor, mengingat dan membumikan ajaran Bung Karno merupakan suatu hal yang perlu untuik kalangan nasionalis juga bhinekais. Kenapa? Karena, jasa Sukarno memperjuangkan dan memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, membuatnya dijuluki Bapak Proklamator. Namun, sebenarnya tidak hanya julukan itu yang dimiliki bapak pendiri bangsa ini.
“Presiden pertama Republik Indonesia Sukarno juga memiliki julukan lain, yakni Putra Sang Fajar. Julukan ini diberikan oleh sang ibu, Ida Ayu Nyoman Rai. Dalam buku autobiografinya berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, yang ditulis Cindy Adams, Sukarno mengisahkan, suatu pagi ketika matahari mulai terbit, sang ibu mendekap Sukarno kecil dalam pelukannya dan berkata, "anakku engkau sedang memandangi matahari terbit. Ibu melahirkanmu di saat fajar menyingsing." Demikian rujukan dari buku yang saya baca,” imbuh Dadang.
Terkait Bulan Bung Karno yang kini diperingati PDI Perjuangan, Dadang mengatakan, Sukarno pernah mengungkapkan kepada penulis autobiografinya, Cindy Adams, hari lahirnya ditandai dengan angka serba enam.
Masih terkait ajaran Bangung Karno, seorang pemimpin, sebutnya, harus berpegang pada Dedication of Life sebagai bentuk komitmennya dalam mengabdi kepada Tuhan, Bangsa, dan Tanah Air.
“Dedication of life sebagaimana diketahui disampaikan Presiden Republik Indonesia (RI) Pertama Ir Soekarno pada tahun 1966. Pemimpin itu wajib dan harus mengabdi kepada Tuhan YME, bangsa dan tanah air. Melalui itu juga, kita sudah membumikan ajaran Bung Karno,” tuturnya.
Selain itu, memuliakan kaum Marhaen juga merupakan cara menghari-harikan ajaran Soekarno. Dan, menurut Dadang ajaran Bung Karno hingga saat ini masih relevan.
“Marhaen, disebut Sukarno dalam pledoi terkenalnya Indonesia Menggugat. Sukarno mencari istilah baru yang lebih cocok dengan kondisi riil Hindia Belanda. Definisi Marhaen memnurut Bung Karno adalah seorang yang memiliki alat-alat yang sedikit, orang kecil dengan milik kecil, dengan alat-alat kecil, sekedar cukup untuk dirinya sendiri. Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktik. Demikian merujuk penjabaran Bung Karno,” tuntas Dadang sembari kembali menghabiskan kopi moca kesukaannya. (Nesto)