Pembacaan Putusan MK Dinilai Aktivis 98 Bak Drama Film India, Kimung : Jika Gibran Tergoda Menguatkan Kesan Mahkamah Keluarga

309
Mulyadi Kimung dan Eko Okta

Aartreya – Sekretaris Barikade 98 Jabar, Mulyadi atau yang akrab disapa Kimung blak-blakan mengatakan proses uji materi aturan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diduga tertunggangi kepentingan tertentu.

“Kenapa? Sebab, putusan ini hadir di penghujung saat KPU telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Peraturan tersebut mengatur tentang timeline pencalonan hingga persyaratan bagi capres dan cawapres peserta Pemilu 2024,” kata Kimung kepada pewarta, Senin (16/10/2023).

Dia melanjutkan, pembacaan putusan MK nyaris mirip seperti tayangan film India yang semula pembacaannya seolah menolak permohonan soal batas usia, tapi kemudian ujungnya mengabulkan.

“Jika sebelumnya merebak isu viral yang menyebutkan MK adalah Mahkamah Keluarga, dan ini terduga nyaris benar, saat Gibran berpeluang mendapat karpet merah jadi bakal Cawapres Prabowo dalam proses singkat hanya karena dia anak presiden. Dan, bukan tak mungkin NKRI nantinya bisa diplesetkan kepanjangannya jadi Negara Keluarga Republik Indonesia,” ucap Kimung.

Lain lagi disampaikan sejawatnya, aktivis 98, Eko Okta Ariyanto. Sebutan MK menurutnya nyaris terplesetkan menjadi Mahkamah Ketoprak karena putusan yang mendua ujungnya membuka pintu Gibran melenggang menjadi cawapres.

“Sangat menyayangkan. Gibran terduga tak bisa menundukan hawa nafsu politiknya karena tak ada pernyataan tegas yang disampaikan Gibran kepada media dan menyimpulkan kuat kesan politik, bahwa Gibran siap maju jadi cawapres,” ungkap Eko.  

Aktivis 98 asal Front Pemuda Penegak Hak Rakyat (FPPHR) mengatakan, idealnya Gibran menyadari jika dirinya adalah kader PDI Perjuangan. Lebih dari itu, semestinya Gibran juga mengingat pada 2019 lalu, ketika DPC PDI Perjuangan Kota Solo telah menutup pendaftaran pilkada dan menetapkan nama bakal calon Walikota Solo. Tapi, kemudian melalui Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati, Gibran dibantu dan akhirnya menjadi kepala daerah Solo.

“Etika berpolitik itu, idealnya tak lupa pada sejarah. Gibran terjun di politik terhitung dari tahun 2019 lalu dan bergabung di PDI Perjuangan. Kini, saat kubu sebelah menggadang-gadang namanya sebagai cawapres, seolah cerita sejarah berbalik,” tandasnya.

“Karena Megawati, karena PDI Perjuangan, Gibran menjabat Walikota Solo. Bukan karena, kubu sebelah. Dan, sebagai kader PDI Perjuangan, mestinya jika ada pihak ingin 'meminang', seharusnya berkomunikasi dengan partainya PDI Perjuangan. Karena, PDI Perjuangan adalah rumahnya. Tapi, ini tidak. Saya menyayangkan jika Gibran tergoda,” imbuh Eko.

Sebagai informasi, MK sebelumnya mengabulkan permohonan uji materiel Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Sidang  pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat batas usia capres-cawapres selesai. Hasilnya, lima hakim menyetujui syarat kepala daerah bisa menjadi capres-cawapres. Meski usianya belum 40 tahun.

Keputusan ini bikin peluang Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka makin lebar untuk maju cawapres. Putra sulung Presiden Jokowi itu memenuhi syarat kendati usianya masih 36 tahun. (Nesto)

SHARE

KOMENTAR