Pemilu Ditunda, Kang Mas Situ Masih Waras?

328
Eko Octa

BARU-BARU ini publik Tanah Air dikagetkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024. Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum.

Majelis Hakim pada Kamis, 2 Maret 2023 memutuskan bahwa KPU melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut adalah T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.

Dalam putusannya, majelis hakim menyebut KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.

Putusan ini tentunya mengejutkan banyak pihak. Dilansir dari MetroTV, Menkopolhukam Mahfud MD pun angkat bicara. Ia memastikan tidak akan ada penundaan Pemilu 2024. Menurutnya, Pemilu akan tetap digelar sesuai amanat konstitusi lima tahun sekali, Kamis (2/3/2023). Dia juga menegaskan tidak ada perpanjangan masa jabatan Presiden ataupun penundaan. Ia menjadi salah satu orang yang bertanggung jawab Pemilu 2024 digelar sesuai jadwal.

Putusan penundaan pemilu sudah tentu mengagetkan, bahkan membuat gaduh. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie secara lugas menilai tiga hakim yang mengadili perkara Partai Prima layak dipecat karena tidak profesional.

Lalu, apa jadinya jika pemilu ditunda? Tentu saja duit negara yang dikeluarkan akan jadi mubazir. Sebab, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan pihaknya telah menganggarkan dana sebesar Rp 25,01 triliun dari APBN untuk mendukung pemilihan umum serentak atau pemilu serentak pada tahun 2024. Menukil Kompas.com, anggaran itu berasal dari APBN tahun anggaran 2022 dan 2023.

Anggaran Rp 25,01 triliun tersebut akan dialokasikan ke KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan kementerian/lembaga. Rinciannya adalah anggaran terbesar senilai Rp 15,49 triliun untuk KPU, Rp 6,91 triliun untuk Bawaslu, dan senilai Rp 2,61 triliun untuk kementerian/lembaga.

Tak hanya itu, penundaan pemilu juga merupakan peninstaan konstitusi yang hukum dasar yang dijadikan landasan dalam penyelenggaraan suatu negara. Sebagaimana diketahui, UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis di republik ini. Artinya, payung hukum dasar bernegara harus dijalankan secara konsisten, termasuk menyangkut penyelenggaraan pemilihan umum.

Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Sangat tegas disebut bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Artinya, semua upaya mempercepat atau menunda pemilu adalah perbuatan yang bertentangan dengan konstitusi atau inkonstitusional.

(Penulis : Aktivis 98, Eko Octa)

SHARE

KOMENTAR