Presiden ke-5 Republik Indonesia yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri resmi diberikan gelar profesor kehormatan dengan status guru besar tidak tetap oleh Universitas Pertahanan (Unhan). Acara pemberian dilakukan dihelat di kampus Unhan, Sentul, Bogor, Jumat (11/6/2021).
Pemberian gelar untuk Megawati ditetapkan lewat Keputusan Mendikbudristek RI Nadiem Anwar Makarim Nomor 332371/mpk.a/kp.05.00/2021.
"Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2021 diangkat dalam jabatan profesor dalam ilmu kepemimpinn strategi. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2021 Mendikbudristek RI Nadiem Anwar Makarim," tutur Sekretaris senat akademik Unhan.
Ucapan selamat pengukuhan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri yang telah dikukuhkan menjadi Profesor Kehormatan Universitas Pertahanan (Unhan) juga disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kata Jokowi, Megawati memang tepat menyandang gelar tersebut karena kepemimpinannya dalam bangsa ini sudah menghasilkan banyak hal positif.
"Saya menyampaikan selamat kepada ibu Megawati Soekarnoputri atas pengukuhan sebagai Profesor Kehormatan Ilmu Pertahanan untuk bidang Kepemimpinan Strategis Universitas Pertahanan Republik Indonesia," kata Jokowi melalui konferensi video, dikutip dari okezone.com, Jumat (11/6/2021).
Selain kepada Megawati, Jokowi juga mengucapkan selamat kepada Unhan yang telah menganugerahkan gelar guru besar kepada Ketua Umum PDI Perjuangan itu.
"Artinya Unhan akan memperoleh arahan, inspirasi dan bahkan perkuliahan dari Ibu Mega untuk pendidikan dan penelitian tentang kepemimpinan strategis yang menjadi kebutuhan dasar dalam mengawal perubahan strategis bagi kemajuan Indonesia," paparnya.
Selain Megawati Soekarnoputri, lalu siapa saja tokoh yang pernah mendapat gelar serupa?
Dikutip dari detikcom, pada 12 Juni 2014 lalu, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY juga mendapatkan gelar profesor kehormatan dari Unhan. Presiden ke-6 RI ini menjadi guru besar dalam bidang Ilmu Ketahanan Nasional. SBY bahkan disebut jadi profesor pertama dalam bidang tersebut. Dalam upacara penyematan gelar tersebut, SBY menyampaikan sebuah orasi berjudul "Perdamaian dan Keamanan dalam Dunia yang Berubah: Tantangan Penyusunan Grand Strategy bagi Indonesia".
Dikutip dari buku Tentang Ilmu Pertahanan yang ditulis oleh Makmur Supriyatno, dalam pidatonya, SBY banyak menyebutkan pernyataan tentang keamanan nasional. SBY mengatakan, "Sebagai catatan, saya terpaksa sering menggunakan istilah "national security" bersama-sama dengan keamanan nasional, sebab di negeri kita ada persoalan dengan pendefinisian "keamanan nasional" jika kita kaitkan dengan pengertian yang berlaku secara universal.
Tokoh lain, Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin juga mendapat gelar tersebut dari Universitas Diponegoro. Gelar ini dikukuhkan pada M. Syarifuddin dalam bidang Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum Undip.
Mengutip dari laman resmi Undip, alasan pengukuhan M. Syarifuddin adalah pemikiran serta langkah progresif dan inovatif sebagai terobosan kreatif yang merepresentasikan sikap tanggap, berani, sekaligus memperlihatkan kapasitas dan kompetensi luar biasa sebagai praktisi maupun teoritisi. Menurut Undip, ada tiga hal yang mencerminkan alasan tersebut. Pertama, M. Syarifuddin mengeluarkan Pedoman Pemidaan terhadap penjatuhan pidana pelaku korupsi uang negara.
Kedua, adalah pengembangan virtual court yang diinisiasi M. Syarifuddin melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan secara Elektronik. Perma ini juga dianggap sebagai respon cepat beliau terhadap pandemi COVID-19.
Ketiga, adalah sepak terjang M. Syarifuddin dalam pengembangan berbagai aplikasi peradilan yang mendukung Pembaruan Peradilan Moderen di Indonesia. Contohnya adalah aplikasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu, pengembangan sistem peradilan elektronik bagi perkara perdata, perkara agama, perkara tata usaha negara, Sistem Informasi Perlengkapan Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan aplikasi Sistem Informasi Pengawasan.
Aturan pengukuhan gelar profesor kehormatan atau guru besar tidak tetap ini tertuang dalam Permendikbud nomor 40 tahun 2012 tentang Pengangkatan Guru Besar Tidak Tetap pada Perguruan Tinggi. Dalam pasal 1 ayat 1 Permendikbud tersebut disebutkan bahwa seseorang yang punya prestasi luar biasa, dapat diangkat sebagai dosen tidak tetap dalam jabatan akademik tertentu pada perguruan tinggi.
Selain itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 154/E/KP/2013 tentang Guru Besar Tidak Tetap. Pemberian gelar profesor kehormatan menurut surat itu untuk menghargai dan mengakui ilmu yang tumbuh di dalam lingkungan profesi, karier, atau masyarakat.
Surat tersebut juga menyebutkan seseorang yang dicalonkan menjadi guru besar tidak tetap bukan berasal dari kalangan akademisi. Kemudian, mempunyai karya yang sifatnya "tacit knowledge" dan berpotensi dikembangkan menjadi "explicit knowledge" di perguruan tinggi serta berguna bagi kesejahteraan manusia. Figur yang akan mendapat gelar profesor kehormatan juga harus diajukan oleh perguruan tinggi setelah rapat senat perguruan tinggi kepada menteri dengan melampirkan karya-karya yang bersangkutan.
(Sumber : Okezone.com/ Detik.com/ Nesto)