Aartreya – Baru-baru ini, Wakil Ketua Umum PAN yang juga mantan Walikota Bogor dua periode, Bima Arya Sugiarto, menyatakan mundur dari bursa bakal calon gubernur atau wakil gubernur Jawa Barat (Jabar). Keputusan ini diambil Bima setelah Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mendukung Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang menunjuk Dedi Mulyadi sebagai bakal calon gubernur di pemilihan gubernur atau Pilgub Jabar.
Beredar kabar, konon mundurnya Bima Arya karena nantinya akan diposisikan masuk dalam kabinet. Hal itu juga dikuatkan pernyataan Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto menukil suara.com, pada Kamis (8/8/2024).
‘Belum bertanding sudah loyo’. Begitulah. Batalnya maju di pilkada kabar itu hampir mirip tagline pariwara salah satu produk komersil, obat kuat. Betapa tidak, semula semangatnya menggebu-gebu. Namun, belakangan malah mendadak padam sebelum terjun berlaga.
Jika niat awalnya untuk memajukan kesejahteraan rakyat, dan jika tujuannya ingin memajukan Jabar berlaga di pilkada, kenapa harus mundur? Apa mungkin tujuan akhirnya hanya demi jabatan di kabinet, hasil tawar menawar politik nantinya? Hal itu memang belum terjawab dan masih jadi misteri.
Diketahui, di Pilkada Jabar 2024, tidak ada partai politik yang bisa mengusung pasangan calonnya sendiri. Hal ini lantaran seluruh partai politik yang memiliki kursi di DPRD Jawa Barat berdasar hasil Pemilihan Legislatif 2024 tidak memenuhi ambang batas 20 persen. Dengan jumlah 120 kursi DPRD Jabar, partai politik harus memiliki 24 kursi untuk mengusung calon mereka pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat mendatang.
Berdasar hasil Pemilihan Legislatif 2024, Partai Gerindra memeroleh 20 kursi, disusul Partai Keadilan Sejahtera (19 kursi), Golkar (19 kursi), PDI Perjuangan (17 kursi), Partai Kebangkitan Bangsa (15 kursi), Partai Demokrat (8 kursi), Partai NasDem (8 kursi), PAN (7 kursi), PPP (6 kursi), dan PSI (1 kursi).
Jika dibandingkan Bakal Calon Gubernur Jawa Barat (Bacagub Jabar), Ono Surono, komitmennya maju untuk perubahan dan kebangkitan Jabar diketahui terus berlanjut. Tujuan perjuangan Ono Surono maju di Pilkada Jabar untuk memajukan kesejahteraan rakyat, jelas terlihat.
Sebab, diketahui saat Ono yang saat ini duduk di Komisi IV DPR RI, sukses menjadi jadi anggota DPRD Jabar. Hasil rekapitulasi KPU, suara Ono Surono di Dapil Jabar XII tertinggi dengan meraih suara mencapai 152.373 di Pileg 2024. Tapi, ia rela meninggalkan jabatannya sebagaimana aturan KPU yang mengatur mundur jika maju sebagai Cakada Jabar nantinya. Artinya, Ono sudah menunjukan sikap konsisten memilih keluar dari zona nyaman (jabatan wakil rakyat.red) dengan maju sebagai Cakada Jabar meski nantinya harus bertarung dengan konsekuensi politik.
Ono Surono diketahui bukan berlatarbelakang pejabat. Ia merupakan anak dari Mustakim, seorang guru SD sekaligus aktivis gerakan koperasi dan Siti Markhumah seorang pedagang. Artinya, Ono sudah ditempa kehidupan asam garam dan sudah sangat mengenal penderitaan rakyat kecil. Bahasa indahnya, Ono Surono sudah sangat paham dan teruji mencium bau peluh rakyat kecil.
Dari perjelanan masa kecilnya, meski lulusan Teknik Arsitektur, Ono Surono menghabiskan hidupnya dalam lingkungan koperasi dan perikanan. Bahkan sejak usia 17 tahun, Ono, sudah menjadi anggota koperasi dan pada 22 tahun, ia menjadi karyawan koperasi.
Nah, perbandingan kisah perjalanan politik ini semoga menginspirasi banyak kalangan. Perjuangan tulus, dan berani keluar dari zona nyaman demi mensejahterakan rakyat memang harus diawali dengan kesungguhan. Dunia politik itu sejatinya akan indah dan memiliki nilai, jika tujuannya untuk memanusiakan dan memajukan masyarakat. Bukan sekedar untuk jabatan. Bukan sekedar bersandiwara politik. Namun, ketulusan hati untuk berjuang itu sangat mulia. Ono Surono, sangat membanggakan. (*)
(Penulis : Aktivis 98/ Rakyat Biasa, Eko Okta Ariyanto, SE)