Aartreya – Setelah sebelumnya digelar di Kota Bandung pada Rabu (12/7/2023), Gerakan Nasional Bumikan Trisakti kembali dihelat di Kota Bogor. Dipandu Ketua Forum Diskusi Sinergi Indonesia Aab Abdul Malik, kegiatan di salah satu rumah makan di Jalan Ahmad Yani, Tanahsareal, Kota Bogor, tersebut dihadiri sejumlah aktivis 98. Diantaranya Gin Gin Aklil Afiat (Bandung), Aam Abdul Salam (Sukabumi), Bambang Sumantri, Mulyadi, Vayireh Sitohang, Abdul Latif, NFR Nasution, Eko Okta hingga Dedi Kodir (Kota Bogor), pada Kamis (20/7/2023).
Selain itu juga hadir Politisi PDI Perjuangan diantaranya Jefry Ricardo, Santoso Djuanto, Bram, Yon Sudiono, Julius Khang serta aktivis GMNI Desta Lesmana hingga HMI Tigar. Mengusung tagline Gerakan Nasional Bumikan Trisakti, Energi Spiritual Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045, Mulyadi atau yang akrab disapa Kimung menyampaikan, diskusi yang diikuti para aktivis dari lintas organ tersebut mengajak membumikan amanat Proklamator RI, Soekarno.
“Kota Bogor ini sebagai tempat bersejarah dan dicatat dalam lembar emas perjalanan peristiwa bangsa. Adalah tepat gerakan Trisakti yakni berdaulat di bidang politik, berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan,” ucap pria berpostur atletis ini.
Sementara, Vayireh Sitohang menambahkan Kota Bogor sarat dengan perjalanan sejarah diawali Istana Bogor mulai dipakai sebagai istana kepresidenan tahun 1950 oleh Bung Karno, setelah sebelumnya bangunan yang berdiri di tanah seluas 28,8 hektar ini difungsikan sebagai tempat tinggal Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
“Selain itu, Istana Bogor yang tercatat di sejarah merupakan lokasi dilengserkan Bung Karno. Presiden RI pertama tersebut juga memiliki impian ingin dimakamkan di Kota Bogor. Sayang, karena perjalanan politik, oleh Orba dimakamkan di Blitar. Jadi, perlu kiranya kita mendesak pemerintah agar Bung Karno dimakamkan di Kota Bogor. Sekaligus untuk membumikan ajaran Trisakti Bung Karno,” tuturnya. .
Dikusi makin mengerucut saat aktivis 98 asal Sukabumi Aam Abdul Salam menyampaikan, gerakan ini tumbuh berawal dari keprihatinan dengan kondisi Universitas Trisakti yang saat ini berada dalam satu fiksi di bawah yayasan.
“Trisakti merupakan salah satu peninggalan Bung Karno. Dan, Universitas Trisakti ini diberikan langsung oleh Sang Proklamator,” kata Aam.
Universitas Trisakti, sebutnya, merupakan salah satu perguruan tinggi swasta di Indonesia didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 29 November 1965 melalui Surat Keputusan Menteri PTIP Nomor 013/da/1965 yang ditandatangani oleh Dr Sjarif Thajeb. Dia mewacanakan, Universitas Trisakti (Usakti) agar segera dijadikan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) Otonom.
Sebelumnya, dari putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) tahun 2016 diketahui telah memperkuat status Usakti sebagai aset milik negara.
“Universitas Trisakti diberikan namanya oleh Soekarna dulu punya nilai sejarah dan diambil oleh swasta. Kita ingin mengembalikan menjadi perguruan tinggi milik negara”, ucapnya.
Salah satu Dosen Fakultas Ekonomi Usakti yang hadir Dr Virna Sulfitri berkomentar senada. Dia berharap, setelah menjadi swasta, ingin mengembalikan perguruan tinggi ini menjadi milik negara. Karena, menurutnya, nama Trisakti ini adalah amanah yang diberikan Bung Karno.
“Sebab, dari sumber daya dan fasilitas pendukung Usakti sudah siap untuk hal itu. Kami ingin perguruan tinggi Usakti menjadi ajaran-ajaran Trisakti sebagai landasan strategis untuk menuju Indonesia sejahtera, adil makmur berdasarkan Pancasila. Kami berharap hal itu, senafas perubahan sistem ekonomi untuk lebih maju sebagaimana dicanangkan oleh Presiden Jokowi bahwa tahun 2045 akan menjadi tahun indonesia emas,” tuntasnya. (Eko Okta Ariyanto)