Catatan Pak E, Pesan Moral Filosofi Lomba Panjat Pinang dan Balap Karung

873
Panjat pinang di era pendudukan Belanda di Indonesia

Sebelum pandemic Covid-19, setiap perayaan 17 Agustus kerap diwarnai dengan beragam lomba. Diantara sekian banyak kreasi penyemarak Kemerdekaan, yakni lomba panjat pinang, dan balap karung. Dibalik lomba ini, ada satu pesan moral yang disampaikan. Seperti apa? 

Dimulai dari lomba panjat pinang. Lomba ini, merupakan salah satu yang paling iconic. Perlombaan ini diikuti oleh sekelompok orang yang memperebutkan hadiah yang digantung di atas puncak pohon dengan memanjat pohon tersebut.

Untuk sampai ke puncak dan menjadi pemenang tidaklah mudah. Para peserta harus membuat sejumlah strategi agar dapat memanjat pohon pinang tanpa hambatan. Pasalnya, pohon pinang yang dipanjat sudah diolesi oli atau minyak sehingga peserta akan mudah jatuh dan gagal memanjat.

Salah satu lomba 17 Agustus ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Di masa tersebut, perlombaan panjat pinang digelar sebagai sarana hiburan dalam acara pesta orang Belanda, dengan menjaring rakyat pribumi untuk menjadi peserta.

Dibalik kenangan buruk penjajahan Belanda, lomba panjat pinang menyampaikan pesan pentingnya gotong royong untuk mencapai satu tujuan, menang atau berhasil. Lomba itu juga menyimpan makna semangat yang tersirat untuk tak kenal lelah dalam mencapai apa yang diinginkan.

Selain itu, terjemahan bebas dari pesan moral tersebut, -terutama kepada para politisi- lomba panjat pinang mengingatkan setiap orang untuk selalu mengingat banyak orang. Karena, lomba ini sebagaimana diketahui, mengikutsertakan banyak orang untuk saling bahu membahu. Bahkan, dipinjam pundaknya untuk diinjak demi naik ke atas. Hanya satu orang yang akan sukses naik ke atas, berkat campurtangan banyak orang.

Nah, bagi mereka yang berhasil sampai di puncak, -pesan yang tepat untuk para politisi, seperti kepala daerah atau wakil rakyat- agar selalu mengingat mereka yang disebut masyarakat bawah. Agar, menjadikan perjuangan,  dan tertawa itu menjadi milik bersama, dengan berbagi hadiah.      

Balap karung. Lomba ini tak kalah populer dengan panjat pinang. Lomba balap karung ini sama-sama ‘warisan’ penjajah. Bedanya, lomba ini menjadi simbol hadirnya penjajahan Jepang di Indonesia.

Kala itu, masyarakat Indonesia belum cukup mampu untuk membeli pakaian. Untuk mempunyai pakaian, masyarakat Indonesia menjadikan karung goni sebagai alternatif pakaian. Sebab, pada masa penjajahan Jepang, hanya karung goni saja yang dimiliki dan mudah ditemukan di Indonesia. Pesan moral lomba balap karung ini, agar senantiasa tak melupakan sejarah. Sebagaimana pesan Bung Karno, Jas Merah yang artinya jangan sekali-kali melupakan sejarah. (Penulis : Eko Octa)  

SHARE

KOMENTAR