FWKRB Minta Komisi Yudisial ikut Awasi Kasus Tanah Kirab Remaja Cileungsi

524

CIBINONG – Setelah sebelumnya sidang di Pengadilan Negeri (PN) Cibinong pada Kamis (18/8/2022) lalu terkait gugatan tanah Kirab Remaja Cileungsi ditunda karena penggugat melalui kuasa hukumnya diminta melengkapi syarat identintas para penggugat oleh majelis hakim yang diketuai oleh Zulkarnaen Wahyu. Hari ini, Kamis (25/8/2022), persidangan kembali digelar.

Disela menggelar unjuk rasa di PN Cibinong, Koordinator Forum Warga Kirab Remaja Bersatu (FWKRB), Dharma Agung Tarigan kepada pewarta menyampaikan, identitas penggugat tentu menjadi sangat penting apalagi jika hakim melihat ada kejanggalan, misalnya ada 35 penggugat (sebagian berkeluarga) tetapi hanya menggunakan 2 alamat saja.

“Hakim tentu akan bertanya tanya bagaimana mungkin ada 35 orang bisa bertempat  tinggal di dua alamat saja,” kata Dharma.

Penolakan Hakim pada kuasa hukum penggugat yang tidak memiliki surat kuasa, sambungnya, juga tentunya akan menjadi perhatian hakim. Kedua hal itu tentunya bisa menjadi bahan penilaian hakim untuk melihat apakah ada niat baik di balik gugatan ini atau tidak.

“Selama proses sidang yang terus berlanjut tentu akan semakin banyak hal-hal lain yang semakin menarik yang terungkap dalam persidangan. Untuk tetap menjaga agar persidangan tetap objektif dan berkeadilan maka kami berencana akan meminta Komisi Yudisial untuk ikut mengawasi proses persidangan tersebut,” tukasnya.

Bagi sekitar 400 lebih penerima SHM (Sertifikat Hak Milik), sebnutnya, proses dan keputusan pengadilan  akan menjadi bukti terkait sikap negara terhadap tanah tanah yang ditelantarkan dan disia- siakan oleh para pemegang hak.

“Apakah Redistribusi Tanah yang merupakan bagian dari Reformasi Agraria hanya slogan atau merupakan sikap negara termasuk lembaga peradilan. Jika pengadilan memutuskan bahwa upaya sertifikasi tanah negara yang diambil dari tanah eks hak Pakai Yayasan Purna Bhakti Pertiwi merupakan perbuatan melawan hokum. Maka, berikutnya SHM sangat bisa dibatalkan,” tukasnya.

“Kemudian bisa jadi proses hukum selanjutnya akan mengembalikan 12,6 ha tanah itu kembali menjadi milik Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yang di miliki keluarga mantan Presiden Soeharto. Jika berangkat dari alur pikir ini maka sesungguhnya Rakyat kecil sedang kembali berhadapan dengan Raksasa Cendana yang siap mengintip atau bersiap menumpang dan mengambil keuntungan dari proses gugatan perbuatan melawan hukum ini,”lanjutnya.

Untuk itu maka, masih kata Dharma, para pemegang SHM kembali menegaskan sikap, meminta Pengadilan Negeri Cibinong menolak gugatan yang salah alamat, tidak berdasar hukum dan merugikan rakyat.

“Kami meminta agar Pengadilan Negeri Cibinong tidak dimanfaatkan oleh orang atau kelompok tertentu yang bertujuan akhir untuk membatalkan SHM kami. Pembatalan sertifikat hanya akan menguntungkan Yayasan Purna Bakhti Pertiwi yang dimiliki oleh keluarga mantan Presiden Soeharto dan telah terbukti menelantarkan tanah tersebut selama puluhan tahun,” ucap .

FWKB, tegasnya, akan berjuang sekuat-kuat nya.

“Kami secara bersama-sama akan melawan setiap usaha dari pihak manapun yang bertujuan untuk membatalkan SHM yang telah kami perjuangkan lebih dari 6 tahun. Tanah ini akan kami pertahankan hingga tetes darah terakhir,” pungkasnya.

Sebagai informasi, kasus ini bermula dari gugatan 35 orang yang mengaku sudah mendiami tanah Kirab Remaja lebih dari puluhan tahun tapi tida mendapat sertifikat sementara sebagian besar sekitar 400 an KK justeru saat ini sudah mendapatkan SHM.

Dalam rilis pernyataan sikapnya sekitar 200 orang pemegang SHM datang ke pengadilan untuk menolak gugatan karena menurut mereka gugatan tersebut hanya akan bermuara pada pembatalan serifikat yang sudah dimiliki.

Dari informasi yang dikumpulkan dari lebih kurang 400 kepala keluarga pemegang Sertifikat sudah berjuang tidak kurang dari 6 tahun untuk mendapatkan kepastian hak atas tanah yang sudah didiami mereka.

Para tergugat justru menganggap bahwa gugatan tersebut jika dikabulkan hakim akan mengembalikan 12,6 ha tanah itu kembali menjadi milik Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yang diketahui sebagai yayasan milik keluarga Mantan Presiden Soeharto yang telah ditelantarkan dan dikuasai masyarakat selama lebih dari 20 tahun. (Nesto)

SHARE

KOMENTAR