Aktivis KAPT Shane Penolak Politik Keluarga Minta Gibran Sampaikan Pernyataan Sikap Resmi Soal Cawapres

236
Konsolidasi organ relaawan Ganjar di RBPR Tanahsareal

Aartreya – Aktivis Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT) Shane Hasibuan menyimpulkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang semula mengesankan membatalkan soal usia capres dan cawapres. Ternyata, ujungnya malah memberikan celah putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres, meskipun awalnya menolak diturunkannya usia minimal Capres-Cawapres.

“Ini tak beda dengan prank. Kami, KAPT Bogor yang semula bangga dengan jargon Jokowi adalah Kita. Kini, terkikis dan seolah Jokowi Bukan Lagi Kita. Hal itu dikarenakan kesan, adanya dugaan politik keluarga menguat,” ungkap Shane yang sebelumnya bersama sejumlah organ relawan Ganjar menggelar konsolidasi di Rumah Besar Pelayan Rakyat (RBPR) di Jalan Heulang Tanahsareal, Kota Bogor, Senin (16/10/2023).

Aktivis yang mengaku menolak praktik politik keluarga ini melanjutkan, Gibran harus membuat pernyataan sikap resmi soal putusan MK.

“Gibran yang semula membuat kami bangga dengan kisah Jokowi yang menjadi inspirasi, kini nyaris membuat kesan adanya politik primodialisme. Dan, kami sedari awal menolak keras politik keluarga. Gibran harus membuat pernyataan politik resmi agar tak abu-abu, mau jadi Cawapres Prabowo atau menunjukan loyalitas sebagai kader PDI Perjuangan,” tandasnya dengan nada berapi-api.

Shane menyayangkan jika nantinya Ganjar menerima menjadi pasangan Prabowo di Pilpres 2024 mendatang.

“Saya sangat menyesalkan jika menerima jadi Cawapres Prabowo. Kenapa? Karena, menurut saya yang ideal jadi cawapresnya Tommy Soeharto, kan sesama anak presiden. Jangan Gibran. Karena, Gibran atau Jokowi adalah kader PDI Perjuangan. Jangan kotori sejarah nama Gibran dengan perjalanan politik pra pilpres karena syahwat Prabowo,” tuntasnya.

Sebagaimana diketahui, pada hari ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan mahasiswa UNS tersebut. Sehingga, bunyi Pasal 169 huruf 1 UU 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat usia minimum capres-cawapres berubah.

"Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 tahun' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, selama tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," kata Ketua MK, Anwar Usman.

Sehingga dengan begitu, adik ipar Presiden Joko Widodo itu memastikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," demikian disampaikan Anwar. (Nesto)

SHARE

KOMENTAR