KEKUATAN Jokowi disinyalir belakangan ini makin melemah. Meski tingkat kepuasan publik terhadap pemerintaha tinggi, namun terindikasi Jokowi tidak bisa lagi menjadi pengikat koalisi para pendukungnya.
Para pendukung setia Jokowi sejak 2014 lalu hingga saat ini mulai menyurut. Karena, Jokowi memaerkan power politik dinasti di akhir masa berkuasanya. Posisi Jokowi bahkan bertambah lemah dengan tidak ada dukungan dari PDI Perjuangan.
Bukan karena PDI Perjuangan yang membangun jarak dari Jokowi, tetapi Jokowi yang melakukan manuver menabrak konstitusi saat terjadi kasus Gibran berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasalnya, MK tidak memiliki otoritas untuk mengubah pasal dalam UU Pemilu karena yang diajukan tuntutan tersebut pada intinya sama perubahan pasal batas usia calon presiden-calon wakil presiden untuk meloloskan Gibran. Tapi, yang terjadi, tuntutan No. 90 diterima, dan itulah awal kekisruhan politik di Indonesia.
Tak hanya itu, jelang gelaran pilpres, pemberian bantuan sosial ditengarai dilakukan secara sepihak oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet 6 November 2023 setelah Undang-undang APBN Nomor 19 Tahun 2023 tentang APBN Tahun Anggaran 2024, diundangkan pada 16 Oktober 2023 tanpa persetujuan DPR. Dan, tidak ditetapkan dengan undang-undang melanggar Pasal 23 Undang-undang Dasar
Padahal, Pasal 23 UUD 1945 mengamanatkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) wajib ditetapkan undang-undang setelah dibahas bersama DPR dan mendapat persetujuan DPR. Pada Agustus-Oktober 2023, pemerintah dan DPR membahas dan menetapkan UU APBN Tahun 2024. Namun, pada 6 November 2023, Jokowi memutuskan untuk memperpanjang bansos hingga Juni 2024.
Padahal, pemberian bansos tahun 2023 semestinya berakhir pada November 2023. Sekedar diketahui, penyimpangan kebijakan APBN 2024 dengan memperpanjang bansos dan tanpa persetujuan DPR serta tanpa ditetapkan dengan undang-undang termasuk bisa dikategorikan tindak pidana korupsi. Penyimpangan APBN 2024 tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 50,15 triliun.
Sebagaimana Pasal 3 Ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun”.
Kemenangan Jokowi hingga menjadi presiden, fakta menerangkan tak lepas dari peran PDI Perjuangan. Da, partai ini juga menjadi partai utama yang memenangkan anak dan menantunya sebagai Wali Kota Solo dan Medan.
Tapi, di akhir perjalanan, PDI Perjuangan terpaksa harus mengelus dada karena akrobat politik Jokowi. Namun, bagaimanapun, karma politik sepertinya nanti akan berlaku. Ada saatnya kelak ia akan berada dalam situasi yang lumpuh. Ia akan kehilangan seluruh kekuasaannya, tepatnya pasca Oktober 2024 mendatang.
Bahkan, Jokowi tidak mampu membuat aturan yg membuat anaknya Gibran berwenang menentukan kawasan aglomerasi sebagai wewenang wakil presiden, ditolak dan ditetapkan, Presidenlah yang bewenang menentukan atau membentuk dewan kawasan aglimerasi (UU No.2 Tahun 2024, tentang Provinsi Daerah Khusus, Jakarta.
Jokowi sepertinya juga paham hal itu. Guna melakukan langkah antispasi dinasti politik pun disiapkan semasa ia masih menjadi presiden. Sesudah ia pergi dari Istana Negara, ia tidak akan lagi memiliki pengaruh politik sebesar sekarang.
Pasca Oktober tak lagi menjabat presiden, Jokowi sudah tidak menjadi sosok penting bagi Prabowo. Jika nantinya Jokowi masih ikut campur dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, tentu akan berdampak dukungan terhadap Prabowo ikut merosot.
Belakangan ini, Partai Golkar pun masuk radar Jokowi sebagai tempat sekaligus benteng politiknya pasca tak lagi menjabat kepala negara. Namun, kontroversi masih ada. Belum lama ini, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar Melchias Markus Mekeng menegaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum bisa menjadi ketua umum (Ketum) Partai Golkar pada tahun ini.
Pasalnya, berdasarkan aturan dalam AD/ART, orang-orang yang maju menjadi calon Ketum Partai Golkar harus memiliki pengalaman minimal 5 tahun sebagai pengurus. Adapun Golkar akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) untuk pergantian ketum pada Desember 2024 mendatang. Satu-satuya pilihan partai yang dipastikan menerima yakni parpol dengan ketua umum, anaknya sendiri yakni PSI.
Terkait megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN) pun ramai diperbincangkan. Konon, dikabarkan banyak ASN yang menolak pindah dan tinggal di IKN. Merujuk Undang-Undang (UU) yang memandatkan proyek IKN harus dilanjutkan oleh presiden berikutnya. Berdasarkan UU Nomor 21/2023 Tentang Perubahan UU Nomor 3/2022 tentang Ibu Kota Negara dituliskan progres pembangunan dan pemindahan IKN ditetapkan sebagai program prioritas nasional untuk jangka waktu minimal 10 tahun terhitung sejak aturan ini berlaku.
Langkah pencegahan pun langsung dilakukan. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Haryomo Dwi Putranto belum lama ini menegaskan ASN yang bertugas di instansi pusat setingkat kementerian atau badan tidak boleh menolak untuk dipindahkan ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Pemindahan ASN ke IKN merupakan kewajiban sebab para ASN tersebut sudah membuat pernyataan dan perjanjian tentang kesiapan untuk ditugaskan di mana saja.
Haryomo juga menyatakan, formasi calon aparatur sipil negara (CASN) tahun 2024 untuk instansi pusat seperti kementerian dan lembaga, nantinya bakal ditempatkan di Ibu Kota Negara (IKN). Dia pun berharap nantinya orang-orang yang bakal mengikut seleksi CASN 2024 sudah mengetahui hal tersebut. Pada tahun ini, menurutnya, BKN membuka sekitar 225 ribu lebih formasi CASN.
BKN pun mengungkapkan saat ini sudah ada 25 kementerian atau badan yang menyatakan sudah siap pindah ke IKN. Puluhan instansi pusat itu pun telah mengajukan 2.505 ASN untuk dipindahkan.
Seperti diketahui total kebutuhan dana pemindahan Ibu Kota diestimasi mencapai Rp 466 triliun, meski pemerintah memastikan kas negara yang terlibat nantinya hanya 20% dari total pembangunan. Namun sampai saat ini pembangunan masih mengandalkan APBN. Diketahui tahun ini APBN yang dialokasikan untuk pembangunan IKN mencapai Rp 29,4 triliun dan 2024 mencapai Rp 40,6 triliun. (*)
(Penulis : Dr Agus Surachman, SH)